Thursday, April 2, 2009

Hipnoterapi Bukan Pil Ajaib

Oleh : Adi W. Gunawan

Sejak buku saya yang ke delapan, Hypnotherapy: The Art of Subconscious Restructuring, beredar dan kini telah menjadi national best seller saya mendapat sangat banyak sms, telpon, maupun email dari pembaca. Ada yang mengucapkan selamat atas terbitnya buku, yang menurut mereka sangat informatif, mudah dicerna, dan diaplikasikan. Ada juga yang bertanya hal-hal yang masih kurang mereka mengerti. Ada juga yang minta waktu bertemu untuk konsultasi dan terapi.

Dari sekian banyak klien yang pernah saya tangani ternyata banyak yang mempunyai persepsi, ekspektasi, dan pemahaman yang kurang pas mengenai hipnosis dan hipnoterapi. Banyak klien yang bertanya,”Pak, apakah dalam satu sesi masalah saya bisa terselesaikan?”, ”Pak, bisa tolong anak saya dihipnosis atau dihipnoterapi supaya mau mengikuti saran saya?”, ”Pak, suami saya selingkuh. Bisa terapi supaya dia lupa sama WIL-nya?”, ”Pak, usaha saya sepi. Bisa bapak ajarkan cara menghipnosis pembeli supaya setiap kali saya menawarkan produk mereka langsung beli?”. Dan yang lebih heboh lagi ada yang pernah bertanya, ”Pak, tolong ajarkan teknik hipnosis supaya orang yang memberikan utang pada saya bisa dihipnosis sehingga menjadi baik hati dan tidak tega atau sungkan menagih hutangnya”.

Anda mungkin bisa tersenyum saat membaca berbagai pertanyaan di atas. Namun begitulah yang saya alami. Saya sendiri seringkali hanya bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
Dari berbagai pengalaman itulah saya akhirnya memutuskan menulis artikel ini untuk “meluruskan” pandangan keliru mengenai hipnoterapi.

Apakah hipnoterapi sangat efektif untuk membantu menyelesaikan berbagai masalah klien, khususnya yang berhubungan dengan mental/emosi? Jawabannya sudah tentu,”Ya”.

Apakah semua masalah bisa langsung diselesaikan dengan hipnoterapi? May be yes...may be no.

Hipnoterapi walaupun sangat efektif, karena bisa langsung mengakses pikiran bawah sadar, tetap membutuhkan pengetahuan pendukung agar terapi bisa dilakukan dengan hasil optimal dengan sesedikit mungkin sesi terapi. Memang, selama ini dari pengalaman saya pribadi, saya mampu membantu klien menyelesaikan masalah mereka hanya dengan satu sesi terapi saja. Namun seringkali saya juga membutuhkan beberapa sesi. Bahkan ada yang sampai beberapa bulan. Rentang waktu untuk tiap sesi biasanya satu minggu.

Ini saya beri contoh beberapa kasus.

Seorang Ibu, sebut saja Bu Aan, menghubungi saya dan mengeluh mengenai anaknya, Ayuk, yang saat itu duduk di kelas 6 SD. Apa masalahnya Ayuk? Menurut Bu Aan si Ayuk ini malas, tidak disiplin, tidak punya tanggung jawab, tidak punya motivasi belajar, tidak mandiri, tidak percaya diri, boros, dan masih banyak lagi masalah lainnya.

Setelah memberikan banyak “masukan” Bu Aan ingin membuat janji segera bertemu dengan saya. Semakin cepat semakin baik. Saat saya tanyakan apa yang ia inginkan, Bu Aan dengan cepat dan mantap menjawab, “Pak Adi, saya tahu Bapak seorang terapis. Saya sudah membaca beberapa buku Bapak. Saya juga telah mengikuti beberapa seminar Bapak. Nah, saya ingin Pak Adi menerapi anak saya, pake hipnosis, biar anak saya bisa langsung berubah. Nggak seperti sekarang ini, bikin saya stress.”

”Bu, apapun yang terjadi pada anak kita, ini merupakan hasil pendidikan yang kita lakukan. Baik itu pendidikan di rumah maupun di sekolah. Untuk bisa membantu anak berubah maka yang pertama kali harus berubah adalah orangtuanya. Dalam hal ini ayah dan ibunya. Mengapa begitu? Ya, karena orangtualah yang sebenarnya menjadi sebab utama masalah yang ada dalam diri anak. Orangtua dan lingkungan telah memprogram pikiran bawah sadar anak sehingga anak menjadi seperti sekarang ini. Saya hanya bisa membantu menerapi dengan satu syarat. Saya ingin kerjasama penuh dari orangtua. Kerjasama ini dalam bentuk kesediaan orangtua untuk berubah demi membantu keberhasilan terapi si anak. Terapi pada anak akan sia-sia jika lingkungan tidak berubah. Mengapa demikian? Karena anak adalah hasil pembentukan orangtua dan lingkungan. Nah, pertanyaan saya sekarang adalah apakah Ibu dan Bapak, selaku orangtua Ayuk, bersedia memberikan dukungan ini? Saya hanya bersedia menerapi Ayuk jika orangtuanya juga bersedia berubah.”, jelas saya panjang lebar.

Saya bisa merasakan Bu Aan agak kaget saat saya meminta kerjasama orangtua. Sempat terjadi kesenyapan sesaat sebelum Bu Aan kembali berbicara, ”Pak Adi, apa bisa kalau Bapak langsung saja menerapi Ayuk. Masalahnya kan ada dalam diri Ayuk”.

Pembaca, inilah tipikal orangtua yang mau menangnya sendiri. Orangtua seperti ini sama sekali tidak bersedia mengakui bahwa mereka turut andil dalam masalah yang ada di dalam diri anak mereka.

Saat Bu Aan tidak bersedia memberikan komitmen untuk turut serta dalam membantu proses terapi Ayuk maka saya juga tidak bersedia memberikan waktu saya.

Pengalaman saya membuktikan bahwa seringkali orangtualah yang menjadi sebab utama penyimpangan perilaku anak. Ada orangtua yang mempunyai tuntutan yang tidak realistis terhadap anak. Mereka ingin anak mereka sempurna mengikuti standar mereka. Anak yang tidak mampu mengikuti kemauan orangtua akhirnya menjadi tertekan. Dari sini muncul banyak masalah yang berkaitan dengan emosi dan perilaku. Apalagi bila orangtua sering memarahi dan menekan anak, sadar atau tidak sadar, secara psikis.

Pembaca, saya bahkan seringkali tidak perlu menerapi si anak. Yang saya bantu (baca: terapi) berubah adalah orangtuanya. Begitu orangtuanya berubah maka efeknya langsung terlihat dalam diri si anak. Anaknya juga berubah.

Ada lagi seorang ibu, sebut saja Bu Fani, yang mengeluh motivasi belajar anaknya, Andi, yang saat ini duduk di kelas 3 SD, di salah satu sekolah di pusat kota Surabaya, turun drastis. Dulu sewaktu mulai kelas 1 SD sampai kelas 2 SD semuanya ok..ok.. saja. Nggak ada masalah. Semangat belajar anaknya sangat tinggi, percaya diri, dan senang sekolah. Namun semuanya berubah saat anaknya naik kelas 3 SD.

Dari hasil berbincang dengan Bu Fani saya tahu bahwa ia dan suaminya sangat supportif dan peduli dengan anaknya. Karena orangtuanya tidak ada masalah maka saya minta bertemu dengan anaknya. Ternyata setelah saya selidiki lebih dalam didapatkan fakta bahwa yang menjadi sumber masalah adalah guru dan kepala sekolahnya.

Apa yang terjadi pada Andi? Ternyata Andi mengalami intimidasi dan tekanan psikis yang luar biasa. Andi berubah total. Dari seorang anak yang sangat percaya diri, cerdas, pemberani, ramah, dan suka bergaul, Andi berubah menjadi anak yang minder, tidak percaya diri, takut berinteraksi, benci guru, benci kepala sekolah, dan tidak mau masuk sekolah sama sekali. Tekanan psikis dan perlakuan guru dan kepala sekolah di sekolah terhadap Andi sangatlah tidak manusiawi dan sangat layak bila dilaporkan ke Komnas Perlindungan Anak.

Pembaca, yang membuat saya tidak habis pikir adalah ternyata sekolah itu sama sekali tidak menghargai kelebihan Andi, yang ternyata IQ-nya 144 pada skala Weschler. Saya sungguh sedih dan kecewa pada sekolah ini. Bagaimana mungkin seorang anak jenius seperti Andi sampai mendapat perlakuan yang sungguh tidak manusiawi? Andi telah berjuang keras membawa nama baik sekolah dalam kompetisi olimpiade sains dan telah masuk final.

Nah, kalau akar masalahnya ada pada guru atau lingkungan sekolah maka hipnoterapi tidak akan bisa menyelesaikan masalahnya. Mengapa? Karena saya tidak bisa menerapi guru dan kepala sekolahnya. Hipnoterapi bisa digunakan untuk membantu mengatasi emosi negatif atau trauma yang dialami Andi. Namun apabila lingkungan yang menjadi penyebab trauma tidak ikut dimodifikasi, tidak berubah, maka cepat atau lambat Andi akan kembali mengalami trauma. Bisa jadi trauma kambuhan ini akan lebih berat dari sebelumnya.

Lalu bagaimana saya membantu menyelesaikan masalah Andi? Oh, mudah sekali. Saya meminta orangtua Andi untuk memindahkan anak mereka ke sekolah lain yang lebih baik. Inilah satu-satunya cara yang bisa saya lakukan untuk melakukan modifikasi lingkungan. Sudah tentu si Andi juga diterapi agar trauma atau luka batinnya bisa disembuhkan.

Hasilnya? Sungguh luar biasa. Dalam waktu singkat, tidak sampai satu minggu sejak pindah sekolah, Andi telah pulih kondisi mental dan emosinya. Walaupun belum seratus persen namun keadaannya sudah sangat-sangat baik.

Kasus lain?

Seorang Ibu menghubungi saya berkeluh kesah mengenai suaminya yang ternyata kini ada ”main mata” dengan wanita lain. Ibu ini ingin saya untuk menghipnosis suaminya agar melupakan WIL-nya dan kembali setia padanya.

Wah, ini bukan kasus ringan. Peran saya tidak sekedar sebagai seorang hipnoterapis namun juga sebagai Family Therapist.

Apakah hipnoterapi bisa membantu menyelesaikan masalah ini? Bisa. Namun akar masalahnya tidaklah sesederhana yang diperkirakan. Ada sangat banyak faktor yang bermain. Kemungkinannya antara lain masalah komunikasi, kurangnya perhatian, kurangnya waktu bersama karena sama-sama sibuk, tuntutan ekonomi yang terlalu tinggi, istri yang dirasa kurang menghargai suami, masalah sex, atau mungkin juga pada dasarnya si suami memang tipe pria mata keranjang.

Untuk menyelesaikan masalah ini dibutuhkan komitmen dari istri maupun suami. Mereka harus sepakat, antara lain, untuk sama-sama belajar, berubah, meningkatkan diri, saling memaafkan kekurangan dan kekhilafan, dan menyusun rencana baru mengenai arah hidup mereka.

Satu kasus lagi sebagai penutup artikel ini adalah mengenai seorang pria, Pak Tri, yang merasa sangat sulit untuk maju di bisnis atau karirnya. Segala cara sudah dilakukan namun tetap saja ia mengalami berbagai hambatan. Lalu apa akar masalahnya?

Ternyata ada beberapa mental block yang sangat besar yang menghambat kinerjanya. Apakah setelah mental block ini berhasil diatasi maka ia langsung bisa sukses? Belum tentu. Mental block bisa dengan sangat cepat diatasi dengan hipnoterapi. Namun ada hal lain lagi yang membutuhkan penanganan khusus dan segera. Apa itu?

Ternyata hubungan Pak Tri dengan istrinya tidak baik. Semua ini terjadi karena ia jarang bersedia mendengarkan saran istrinya. Setelah bertahun-tahun hidup dalam keadaan seperti ini akhirnya si istri memilih bersikap apatis dan tidak lagi menunjukkan gairah hidup dalam bentuk dukungan penuh pada suaminya.

Nah, yang saya minta ia lakukan adalah, setelah selesai diterapi, setelah mental blocknya dibereskan, ia harus minta maaf pada istri untuk segala kesalahan yang telah ia lakukan terhadap istrinya. Selain itu ia perlu meminta dukungan istrinya dan berjanji akan memulai satu hidup baru.

Hasilnya? Sangat luar biasa. Pada saat ia mendapatkan kembali dukungan penuh dari istrinya, ditambah lagi mental blocknya telah dibereskan, karir dan bisnisnya maju dengan sangat pesat.

Pembaca, dari apa yang telah saya uraikan di artikel ini saya yakin anda kini mengerti bahwa hipnoterapi, walaupun sangat efektif membantu menyelesaikan masalah, bukanlah pil ajaib yang begitu ”ditelan” bisa langsung menyembuhkan segala macam penyakit dan keluhan.

No comments:

Post a Comment