Friday, March 20, 2009

Bicaralah Sesuai Golongan Darahnya

Artikel Tetap
Selasa, 06-Mei-2008; 13:29:08 WIB
Bicaralah Sesuai Golongan Darahnya
( 0 Komentar ) - Klik Profil Penulis
Rating Artikel :
Oleh : Ponijan Liaw

Save page as PDF

Golongan darah ternyata menentukan cara orang berpikir, berucap dan bertindak. Dan, ini berlaku untuk seluruh ras manusia. Entah itu orang Asia, Afrika, Amerika atau Australia. Kalau di Amerika dan Eropa, parameter empat kepribadian (sanguinis, melankolis, koleris dan plegmatis, hasil temuan Hippocrates) dan di Tiongkok,12 shio menjadi landasan penilaian karakter seseorang, orang Jepang lain lagi. Mereka meyakini perbedaan itu karena golongan darah. Praktek pemilihan golongan darah ini dilakukan oleh mereka pada saat akan merekrut tenaga kerja untuk kebutuhan profesional. Untuk posisi tertentu, jenis golongan darah yang dibutuhkan akan bervariasi. Karena menurut keyakinan orang Jepang, tidak semua golongan darah dapat bekerja sama baiknya di semua posisi. Ada golongan darah tertentu yang tidak cocok menduduki posisi manajer pemasaran misalnya namun sesuai menjadi manajer keuangan. Walau pun kini gagasan seperti ini perlahan-lahan mulai memudar di Jepang, namun pada waktu hampir bersamaan, di belahan barat justru mulai memerhatikan potensi penentu kepribadian berdasarkan penggolongan darah ini. Belum jelas memang apakah golongan darah ada hubungannya dengan kepribadian, tetapi orang-orang di benua Amerika justru tengah menelitinya secara lebih mendalam. Namun yang pasti, buat penemunya, Furukawa Takeji, seperti yang ditulisnya pada tahun 1927 di tesisnya "The Study of Temperament through Blood Type" yang diluncurkan di Ochanomizu Women's University, golongan darah akan memengaruhi kepribadian dan karakter seseorang secara langsung. Takeji tidak sendirian soal ini. Menurut hasil penelitian Dr Peter J. d'Adamo dalam buku "Eat Right for Your Type", ternyata ada jenis makanan tertentu yang baik dikonsumsi oleh orang dengan golongan darah tertentu, begitu juga sebaliknya. Orang yang bergolongan darah "O" misalnya, ternyata sebaiknya tidak mengkonsumsi kopi atau teh karena dapat menghambat aliran energi yang dimiliki. Untuk melengkapi referensi ini, Penulis sendiri, dalam buku karyanya "Understanding You Communication Styles", juga membahas hal senada dengan tambahan cara berkomunikasi sesuai golongan darah yang ada.

Karakter Menurut Golongan Darah

Guna memudahkan pemahaman bahwa setiap golongan darah itu memang berbeda, baiknya kita lihat distingsi karakter itu plus profesi yang sesuai dengannya berikut ini. Orang dengan golongan darah A memiliki kekuatan karakter yang mengakar kuat. Mereka bisa tetap tenang dalam krisis ketika semua orang panik menghadapi situasi serupa. Mereka cenderung menghindari konfrontasi, dan tidak terlalu nyaman berada di antara orang banyak. Terkadang cenderung menjadi pemalu dan suka mengasingkan diri. Golongan ini suka mencari keharmonisan, sangat sopan dan bertanggung jawab. Jika ada pekerjaan yang harus diselesaikan, mereka lebih suka mengerjakannya sendiri. Orang-orang dengan golongan darah ini selalu mengukir sukses dan sangat perfeksionis. Mereka juga sangat kreatif, dan paling artistik di antara semua golongan darah yang ada karena kesensitifan mereka. Mereka biasa direkrut untuk posisi direktur, manajer, kepala departemen, dan semua posisi yang bersentuhan dengan kepemimpinan. Sementara itu, orang dengan golongan darah B adalah spesialis di bidang yang digelutinya. Ketika mereka memulai sebuah proyek, mereka akan menghabiskan waktu lebih banyak untuk memahami dan mengikuti petunjuk yang diperlukan untuk itu. Mereka cenderung berpedoman pada tujuan dan mengejarnya sampai tuntas walau pun kelihatannya pekerjaan itu tidak mungkin dilakukan. Mereka cenderung kurang kooperatif dan lebih suka mengikuti peraturan dan gagasan mereka sendiri. Orang dengan golongan darah ini memberikan perhatian lebih kepada pikiran daripada perasaan mereka. Karenanya, terkadang kelihatan sangat dingin dan serius. Pekerjaan paling baik buat mereka adalah manajer keuangan, akunting, programmer, arsitektur, konsultan dan segala pekerjaan yang banyak bermain di tataran konseptual bukan operasional.

Lain lagi dengan orang-orang bergolongan darah O. Mereka adalah tipe orang yang tidak banyak ambil pusing, penuh semangat dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Mereka termasuk golongan orang yang paling fleksibel di antara semua golongan darah yang ada. Cepat memulai sebuah proyek namun mengalami masalah ketika melanjutkannya dan tidak jarang banyak juga yang dengan mudah menyerah di tengah jalan. Mereka selalu mengatakan apa yang ada di pikiran mereka secara langsung. Jujur. Menghargai pendapat orang lain dan suka menjadi pusat perhatian. Selain itu, orang-orang bergolongan darah O ini memiliki rasa percaya diri yang sungguh kuat. Selalu semangat dan dapat berkomunikasi berjam-jam dengan orang yang cocok. Cocok karena bisa mengikuti ritme bicara mereka yang sangat positif, konstruktif, optimistis dan motivatif. Di Jepang, golongan darah ini merupakan golongan darah kebanyakan orang disana dan paling disukai (jika diurutkan: O, A, B dan AB). Profesi yang sesuai adalah manajer pemasaran, penjualan, public relation, negosiator dan semua pekerjaan yang berkaitan dengan komunikasi publik. Mereka jagonya!

Yang terakhir, golongan darah AB. Orang dengan golongan darah ini memiliki karakteristik di kedua ujung spektrum pada waktu bersamaan (A dan B). Artinya, di satu sisi mereka pemalu, di sisi lain, sangat terbuka. Mereka dengan mudah mengubah satu sisi ke sisi yang lain. Yang positif dari mereka adalah dapat dipercaya dan bertanggung jawab. Golongan ini tidak akan keberatan membantu sepanjang sesuai dengan syarat mereka. Orang-orang dengan tipe darah ini sangat suka seni dan metafisika. Karenanya, tidak heran jika mereka itu tenang, damai dan terkesan filosofis. Mereka akan berhasil maksimal jika berada di posisi manajer Human Resource Department (HRD), penasihat corporate, manajer Corporate Social Responsibility (CSR) dan segala kedudukan yang berkaitan dengan komunikasi dan resolusi korporasi dengan shareholders mau pun stakeholders. Bahasa awamnya, ia bisa menjembatani pihak-pihak terkait, terutama dalam kondisi pelik dan konflik.

Menyadari bahwa setiap karakter berbeda karena golongan darah, pilah dan pilihlah partner kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Karena setiap orang unik adanya. Kinerja dan prestasi kerja berbeda sesuai golongan darahnya. Ada baiknya, selalu bertanya, jika tidak mampu mendeteksi, "Apa golongan darah Anda?" dan sesuaikan gaya bicara Anda dengannya.

Oleh: Ponijan Liaw

Pelatih & Penulis Buku-buku Komunikasi

Email: ponijan@central.net.id

Menarik Simpati Dengan Komunikasi Simbol

Artikel Tetap
Senin, 19-Mei-2008; 10:07:08 WIB
Menarik Simpati Dengan Komunikasi Simbol
( 0 Komentar ) - Klik Profil Penulis
Rating Artikel :
Oleh : Ponijan Liaw

Save page as PDF

A picture is worth a thousand words. Sebuah gambar setara dengan ribuan kata.

Kristalisasi pribahasa di atas terjadi berabad-abad lalu oleh tokoh di daratan Tiongkok. Ada pula yang bilang pribahasa itu dicetuskan Napoleon Bonaparte di Prancis dengan ucapannya "Un bon croquis vaut mieux qu'un long discours" atau "A good sketch is better than a long speech." Lebih kurang maknanya sama. Kedua tokoh itu memiliki kesamaan. Sama-sama hidup di jaman dulu dengan muara opini setara. Siapa pun yang mengucapkannya pertama kali tidaklah terlalu penting. Yang jelas adalah pribahasa itu mengalami penguatan dan pengukuhan makna di era informasi ini.

Sejarah Simbol

Gambar, simbol, logo, emblem, trademark dan sejenisnya mengalami metamorfosa yang sangat panjang. Corporate dan society identity ini telah dimulai sejak jaman Yunani pada abad XIII. Identitas ini muncul dipicu oleh eksistensi para traders dan merchants. Hal ini terjadi karena ada fakta pembeli tidak dapat melakukan repeat order atas produk berkualitas yang dibeli dari trader tertentu karena kesamaan produk generik. Karenanya, muncullah ide memberikan simbol/logo agar produk dimaksud bisa lebih bergulir mengikuti deret ukur. Ratusan tahun kemudian, tindakan memperkenalkan identitas ini menjadi semakin kuat dilakukan oleh korporasi lintas sektoral. Tindakan ini bahkan menjadi concern utama corporate untuk semakin berjaya. Varian pembentukannya pun bertambah dengan sentuhan feng shui.

Sebagai bukti, lihat saja, betapa Garuda Indonesia, Bank BII, Bank Danamon, Bank Permata, Pertamina, Asuransi Jiwasraya, Danareksa, Bursa Efek Indonesia (BEI), Polytron, Garudafood, Kimia Farma dan media elektronik seperti SCTV, LaTivi, Anteve, TPI, TVRI, dan TV-7 rela mengeluarkan kocek ratusan juta bahkan milyaran rupiah hanya untuk mengubah nama dan logo mereka. Tentu bukan tanpa alasan, korporasi raksasa itu mengeluarkan budget yang tidak sedikit itu. Ada yang karena tuntutan dari dalam korporasi. Karena akuisisi, merger, atau karena sudah terlalu lama menggunakan logo dimaksud sehingga harus diganti. Bisa juga karena visi dan misi perusahaan yang berubah. Bisa juga karena pergantian manajemen. Itulah sederet alasan mengapa logo perusahaan berubah atau harus diubah.

Citra Korporasi

Logo adalah citra diri korporasi. Komunikasi pertama yang sampai ke benak masyarakat adalah desain grafis perusahaan yang bernama logo itu. Logo kontemporer dengan sentuhan psiko-geografis tentu akan mendekatkan korporasi bersangkutan dengan masyarakatnya. Dalam ilmu komunikasi, bentuk, warna, garis grafis, simbol dan ukuran yang terdapat dalam sebuah logo memberikan pengaruh psikologis yang sangat tinggi. Logo dengan tingkat inklusivitas yang tinggi terhadap pakem di atas relatif memiliki daya tarik masif dengan spektrum yang lebih luas. Karena roh kontemporer dalam logo yang berisi unsur kreatif, enerjik, dinamis, progresif, modern dan inovatif itu mampu mendorong orang lain untuk mendekatkan diri kepada korporasi (produk) bersangkutan.

Simbol Politik & Agama

Di dunia politik, komunikasi simbol dalam bentuk lain juga menunjukkan eskalasi kepentingannya. Lihat saja, bagaimana Barack Obama sangat marah ketika fotonya yang memakai sorban saat di Kenya, tanah air ayahnya di tahun 2006 disebarkan di berbagai media. Ketegangan dengan kubu Hillary Clinton tidak terhindarkan. Tengok pula bagaimana fluktuasi emosi massa mengemuka ketika simbol-simbol agama dipakai secara tidak tepat di Denmark (kasus kartun Nabi Muhammad) dan cover Tempo 'The Last Supper' itu muncul. Deretan kasus lainnya: cover album Iwan Fals 'Manusia 1/2 Dewa' harus berurusan dengan umat Hindu, termasuk juga cover buku Supernova, Dewi Lestari yang memuat simbol/huruf AUM yang merupakan simbol suci umat Bali itu. Termasuk juga suatu kali desain poster film Amerika "Hollywood Buddha" dengan seorang pria duduk di atas pundak patung Buddha dengan alat vitalnya menyentuh tengkuk Buddha. Reaksi keras dari dunia pun bertubi-tubi menghampiri. Sejarah telah mengajarkan kepada kita, berhati-hatilah dengan simbol yang digunakan. Simbol tidak tepat menimbulkan kontroversi yang hanya menguras energi kognisi dan afeksi sehingga menumpulkan simpul-simpul humanitas alami. Kondisi ini, jika tidak segera diatasi akan menjadi bom waktu dalam jangka panjang.

Konklusinya, logo dan simbol menjadi menu utama yang harus diberi atensi dan konsentrasi tinggi ketika mengkreasikan dan menggunakannya. Logo dan simbol yang tepat akan menciptakan komunikasi positif, konstruktif, empatik dan simpatik dengan shareholder dan stakeholder yang ada di lingkungan masyarakatnya. Sebaliknya, korporasi dan organisasi yang tidak memerhatikan unsur psiko-geografis dan kultur masyarakat akan mengalami proses layu sebelum berkembang. Karenanya, waspadalah dengan hasil karya desain grafis ini. Selamat merenungkan filosofi logo/simbol masing-masing. Semoga sesuai dengan nilai-nilai intrinsik di atas!

Mungkinkah Menguasai Hipnoterapi Hanya Dalam Waktu 1 Hari?

Oleh : Adi W. Gunawan


Pembaca, beberapa waktu lalu saat berada di Singapore saya mendapat panggilan dari seorang dokter di salah satu kota besar di Jawa Barat. Pak Dokter ini, yang juga seorang kepala rumah sakit, bertanya apakah saya bisa datang ke kotanya dan mengajar hipnoterapi untuk para dokter di salah satu rumah sakit di sana? Sudah tentu saya bisa dan bersedia.

Setelah berdiskusi sejenak mengenai tujuan pelatihan dan hasil yang ingin dicapai saya akhirnya memutuskan untuk mundur, tidak bisa. Mengapa kok tidak bisa?

Ceritanya begini. Para dokter itu menyadari bahwa hipnoterapi adalah salah satu teknik terapi yang bisa sangat membantu meningkatkan pelayanan mereka. Namun yang menjadi kendala adalah mereka meminta saya untuk mengajarkan hipnoterapi hanya dalam waktu 2 (dua) hari saja. Alasan Pak Dokter jadwal mereka cukup padat sehingga tidak bisa lama-lama nggak praktik.

Saya mengajukan usulan agar pelatihan dilakukan beberapa kali dengan total 100 jam seperti yang saya lakukan selama ini melalui Quantum Hypnosis Indonesia (QHI). Pak Dokter mengatakan tidak bisa 100 jam. Terlalu lama dan juga biayanya akan sangat tinggi. Beliau tetap meminta saya mengajarkan hipnoterapi hanya dalam 2 hari saja. Beliau beralasan bahwa mereka telah mendapat penawaran dari salah satu lembaga pelatihan hipnoterapi, yang berafiliasi dengan lembaga luar negeri, dan lembaga ini mampu mengajarkan hipnoterapi hanya dalam waktu 2 hari. Saya tetap bersikeras mengatakan bahwa saya tidak tidak bisa dan tidak mampu mengajarkan hipnoterapi dengan format modul seperti yang saya ajarkan di QHI hanya dalam waktu 2 hari.

Nah pembaca, setelah berbicara dengan Pak Dokter ini saya merenung cukup lama. Pertanyaan saya adalah apakah saya yang memang tidak mampu mengajar hipnoterapi dalam waktu singkat, hanya 2 hari, ataukah lembaga lain itu punya teknik pelatihan yang luar biasa sehingga mereka mampu mengajar hanya dalam waktu 2 hari?

Mengapa saya merenung dan bertanya seperti ini?

Karena standar pelatihan hipnoterapi di luar negeri, misalnya menurut standar NGH (National Guild of Hypnotists) Amerika, mensyaratkan lama pelatihan 100 jam tatap muka di kelas atau setara dengan 2 (dua) semester kuliah.

Saya juga mencari tahu berapa waktu yang disyaratkan oleh berbagai pakar terkenal di luar negeri yang juga menyelenggarakan pelatihan hipnoterapi. Standar minimal yang mereka tetapkan adalah 100 jam tatap muka. Bahkan ada pakar yang baru memberikan sertifikasi setelah peserta pelatihannya menyelesaikan 150 jam pelatihan intensif.

Apakah hipnoterapi bisa diajarkan dalam waktu 2 hari? Jawabannya sudah tentu bisa. Apakah materi pelatihan hipnoterapi yang saya susun untuk pelatihan dan sertifikasi hipnoterapis QHI bisa dikuasai dengan baik dan benar hanya dalam waktu 2 hari? Jawabannya tidak bisa dan tidak mungkin bisa.

Mengapa saya mengatakan tidak bisa? Karena dari pengalaman saya pribadi untuk mendalami hipnoterapi ternyata dibutuhkan waktu yang tidak sedikit. Materi pelatihan QHI dirancang untuk diajarkan dan dikuasai melalui pelatihan minimal 100 jam. Jangankan 2 hari atau setara 20 jam, 4 hari atau setara 40 jam saja tetap tidak bisa.

Untuk bisa mempraktikkan hipnoterapi dengan benar dan efektif, sesuai standar QHI, maka pertama-tama kita harus menguasai dengan baik teori pikiran yang meliputi cara kerja pikiran, sifat-sifat pikiran sadar dan bawah sadar, proses programming pikiran, cara kerja memori, emosi, persepsi, dan masih banyak lagi. Pengetahuan ini mutlak perlu dikuasai agar seorang hipnoterapis, alumnus QHI, dapat melakuakn re-edukasi melalui navigasi pikiran klien saat melakukan hipnoterapi. Saya menjelaskan materi di atas selama 3 hari @ 12 jam dari total 100 jam pelatihan.

Ibarat mesin mobil, kita harus tahu betul komponen, cara kerja, karakter mesin, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan mesin mobil itu agar kita dapat mengotak-atik, melakukan tune-up, atau kalau perlu overhaul mesin dengan benar. Tanpa pengetahuan yang benar, lengkap, akurat, dan pemahaman mendalam mengenai mesin mobil maka kita tidak bisa berbuat banyak bila mesin mobil bermasalah.

Setelah memahami cara kerja dan sifat pikiran selanjutnya kita perlu menguasai teknik induksi yang sungguh-sungguh efektif untuk membantu klien masuk kondisi deep trance dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Setiap manusia punya karakter yang berbeda. Kita perlu tahu tipe klien, tipe sugestibilitasnya, dan melakukan induksi yang sesuai.

Mengapa klien perlu dibantu masuk ke kondisi deep trance? Karena hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan dengan bantuan atau dalam kondisi hipnosis. Kalau seseorang diterapi tanpa kondisi hipnosis maka ini namanya bukan hipnoterapi.

Mengapa perlu diinduksi? Karena induksi adalah cara untuk membawa klien masuk ke pikiran bawah sadar. Banyak orang gagal melakukan hipnoterapi bukan karena mereka tidak menguasai teknik terapinya namun lebih disebabkan karena klien belum berhasil dibimbing masuk ke kondisi deep trance.

Di pelatihan yang saya selenggarakan saya hanya mengajarkan 3 (tiga) teknik induksi yang terbukti sangat efektif dan ampuh dalam membawa klien masuk ke kondisi deep trance dengan sangat cepat. Nah, agar induksi ini bisa digunakan dengan baik, benar, efektif, dan efisien maka saya perlu menjelaskan teori yang mendasari setiap teknik. Biasanya, untuk satu teknik saya membutuhkan setengah hari, mulai dari dasar teori, sejarah terciptanya teknik itu, contoh praktik yang saya lakukan pada peserta, dan dilanjutkan dengan peserta melakukan praktik ke peserta lain. Biasanya untuk satu teknik saja saya perlu waktu sekitar setengah hari untuk membuat peserta benar-benar mengerti dan mampu melakukannya dengan benar. Setiap peserta, saat melakukan latihan atau praktik, akan disupervisi oleh asisten yang juga hipnoterapis aktif lulusan QHI.

Hal lain yang diajarkan adalah cara menyusun sugesti dengan benar. Ini cukup sulit karena menyangkut semantik yang digunakan. Salah menyusun sugesti akibatnya bisa fatal. Untuk memudahkan peserta pelatihan saya telah menyiapkan patter script dalam bahasa Indonesia yang dapat mereka gunakan dalam sesi terapi.

Belum lagi saya perlu menjelaskan dan mengajarkan berbagai teknik terapi advanced. Semua membutuhkan pemahaman mendalam dan lengkap dengan dasar teori dari setiap teknik. Saya tidak bisa mengajarkan semua ini hanya dalam waktu 2 hari pelatihan, apalagi bila peserta diminta menguasai dengan baik teknik-teknik itu.

Dalam pelatihan QHI, setelah 3 hari pertama, peserta selanjutnya libur 2 minggu. Tujuannya adalah untuk mempraktikkan apa yang telah diajarkan selama 3 hari plus ada tugas yang harus dilakukan. Setelah 2 minggu kita bertemu lagi. Peserta akan saling menceritakan apa yang telah mereka lakukan, apa kendalanya, dan apa yang terjadi. Dari sini saya akan memberikan masukan untuk membantu peserta meningkatkan teknik dan kemampuan mereka. Ini saja, sharing-nya sampai dibagi menjadi 3 tahap. Setiap tahap dilakukan mulai pagi hingga saat makan siang, selama 3 hari pelatihan. Jadi anda bisa lihat berapa banyak waktu yang dibutuhkan. Tidak mungkin saya bisa mengajarkan kurikulum hipnoterapi QHI hanya dalam waktu 2 hari.

Pada pertemuan minggu ke 2 ini saya mengajarkan berbagai teknik advanced dan dua teknik induksi lagi. Pada pertemuan minggu ke 2 ini saya biasanya memberikan contoh, lebih tepatnya melakukan live therapy di kelas. Prosedurnya sama persis seperti yang saya lakukan di ruang praktik saya. Kliennya bisa peserta pelatihan atau orang luar. Saya tidak memilih klien. Yang penting ada yang mau dan apapun masalahnya akan diterapi di kelas agar peserta bisa melihat langsung bagaimana Quantum Hypnotherapeutic Procedure dilakukan dengan benar.

Setelah 3 hari, peserta saya liburkan selama 3 minggu. Tujuannya agar mereka praktik lagi di rumah. Kali ini mereka telah mendapat bekal teknik-teknik terapi yang advanced. Tidak sekedar Direct Suggestion. Jadi, mereka bisa lebih leluasa menangani berbagai kasus klinis.

Pada pertemuan terakhir, 3 hari terakhir, peserta kembali akan saling sharing kasus yang mereka tangani. Seperti biasa, saya akan memantau dan memberikan masukan yang perlu untuk lebih meningkatkan kemampuan peserta pelatihan. Selanjutnya saya menambahkan lagi materi-materi lainnya. Setelah selesai 3 hari ini peserta mendapat sertifikat dan sudah bisa melakukan terapi.

Apakah setelah selesai pelatihan maka selesai sudah pembelajaran mereka? Tentu tidak. Saya masih terus mendukung mereka melalaui milis QHI. Ada web conference yang saya gunakan untuk bertukar pikiran dengan alumnus, yang saat itu sudah jadi terapis dan aktif menerima klien, dan menjawab berbagai pertanyaan mereka. Kita juga punya pertemuan rutin alumnus.

Alumnus QHI juga didorong untuk terus belajar dan meningkatkan diri. Setiap alumnus, setelah mengikuti pelatihan selama 100 jam, juga dibekali berbagai buku hipnoterapi yang sangat bagus, yang berasal dari luar negeri. Ini untuk mempertajam kemampuan mereka. Saya juga mengijinkan alumnus untuk berkunjung ke perpustakaan pribadi saya dan “meminjam” buku apa saja, yang berhubungan dengan terapi, yang saya miliki. Semua buku yang ada di Book References di situs www.Quantum-Hypnosis.com ada di perpustakaan saya di rumah.

Mengapa saya melakukan ini semua? Pertama, ini semua bertujuan untuk semakin meningkatkan kemampuan alumnus. Kedua, karena kita punya tanggung jawab moral terhadap masyarakat. Terapi adalah sesuatu yang serius. Tidak boleh asal-asalan. Apalagi yang diotak-atik adalah pikiran manusia.

Jadi, menjawab pertanyaan di atas, “Mungkinkah Menguasai Hipnoterapi Hanya Dalam Waktu 1 Hari?” Kembali, jawaban saya, kalau yang dimaksud adalah hipnoterapi dengan materi dan standar QHI, “Tidak bisa”.

Namun bila pertanyaannya diganti menjadi, “Mungkinkah Mengajar Hipnoterapi Hanya Dalam Waktu 1 Hari?”

Jawabannya, “Kalau materi yang diajarkan adalah materi QHI maka jawabannay tidak bisa dan tidak mungkin"

Mengapa?

Karena materi yang diajarkan di QHI sangat banyak dan padat sekali. Dipaksa pun tetap tidak bisa selesai hanya dalam waktu 1atau 2 hari. Kecuali kalau saya mengurangi materi dan yang diajarkan hanya DS (Direct Suggestion) atau Sugesti Langsung, maka sudah tentu sangat bisa. Namun apakah mampu dikuasai dengan baik ? Ini hal lain.

Jadi pembaca, kita semua bisa belajar hipnoterapi selama 1 atau 2 hari saja. Namun untuk menguasai hipnoterapi dengan baik, benar, dan mampu mempraktikkannya membantu orang lain, sesuai standar QHI, ini tidak mungkin dipelajari hanya dalam waktu 1 atau 2 Saya setuju dengan standar NGH yang mensyaratkan bahwa untuk belajar dan menguasai hipnoterapi minimal harus 100 jam tatap muka.

Bagaimana dengan pelatihan hipnoterapi yang hanya 1 atau 2 hari?

Wah, saya nggak bisa kasih komentar karena saya tidak tahu materi yang diajarkan rekan-rekan trainer itu. Namun jika saya ditanya apakah hipnoterapi bisa dikuasai hanya dalam waktu 1 atau 2 hari maka jawaban saya selalu, "Kalau hipnoterapi yang dimaksud adalah yang menurut standar QHI tidak bisa. Kalau menggunakan standar lain, mungkin bisa. Semua bergantung pada pemahaman kita apakah hipnoterapi itu."

Anda mungkin bertanya, "Ok Pak Adi, pertanyaannya sekarang adalah apakah standar QHI ini yang paling baik?"

Wah, saya tidak berkata seperti itu. Standar ditetapkan oleh masing-masing lembaga dengan pertimbangan tertentu. Kalau saya mengatakan bahwa standar QHI adalah paling baik maka ini sangat arogan dan sudah melenceng dari tujuan pendirian lembaga Quantum Hypnosis Indonesia. Baik atau tidaknya suatu standar sudah tentu dipengaruhi oleh subjektivitas. Orang yang membuat standar pasti akan berkata bahwa standar mereka sudah baik. Jadi, saya menghindari menjawab pertanyaan anda di atas.

Namun untuk kebaikan dan netralitas penilaian maka kalau bicara standar kita perlu acuan tertentu. Nah, saya menggunakan acuan dari NGH (National Guild of Hypnotists) Amerika. Standar kedua adalah kompetensi alumnus. Jika misalnya alumnus pelatihan saya ternyata mayoritas tidak mampu melakukan hipnoterapi dengan baik dan benar maka saya harus jujur dengan diri saya bahwa standar mutu yang saya tetapkan ternyata tidak baik.

Demikian pula jika misalnya sebagian besar alumnus mampu melakukan terapi dengan cepat, efektif, dan efisien, dengan hasil terapi yang permanen, maka saya akan berkata pada diri saya, "Hei, standar yang anda tetapkan sudah bagus. Namun jangan puas diri. Anda perlu terus meningkatkan dri dan terus belajar."

Salah satu cara untuk terus meningkatkan diri, terus meningkatkan mutu dan standar QHI adalah dengan terus belajar dan praktik. Nah, di bulan Mei 2009 ini saya akan ke Amerika untuk belajar langsung dengan dua orang pakar teknologi pikiran secara one-on-one. Satu pakar tinggal di Berkeley, California. Saya akan bertemu dan belajar dengan pakar ini dalam beberapa kesempatan. Kesempatan pertama saya belajar selama 9 (sembilan) hari. Kesempatan kedua, selama 5 (lima) hari. Dan dilanjutkan lagi dengan 2 kali 5 hari pada kesempatan berikutnya. Saya baru akan mendapat sertifikasi setelah melakukan berbagai tugas, praktik, dan melaporkannya ke pakar ini untuk mendapat penilaian. Sertifikasi saya baru akan keluar akhir tahun ini.

Dengan pakar satunya lagi, di Camarillo, California, murid dari pakar dan tokoh hipnoterapi yang sangat disegani di Amerika, saya belajar privat selama 2 (dua) hari, khusus mendalami teknologi EEG untuk mengukur level kedalaman trance. Jadi, tidak main kira-kira seperti selama ini. Dengan menggunakan alat yang dirancang khusus untuk tujuan ini maka kita bisa mengukur pola gelombang otak seseorang saat ia diinduksi dan masuk ke kondisi hipnosis.

Ini adalah salah satu cara saya menetapkan standar dan mutu pelatihan di QHI. Sekali lagi, ini sangat subjektif. Saya merasa perlu melakukannya. Mungkin bagi orang lain hal ini terlalu mengada-ada dan sama sekali nggak perlu dilakukan.

Nah, pembaca, setelah membaca sejauh ini saya yakin anda pasti punya gambaran yang lebih utuh dan menyeluruh mengenai pelatihan hipnoterapi.

Kekerasan Yang Dilakukan Pada Anak Atas Nama Cinta

Oleh : Adi W. Gunawan

Saat anda membaca judul artikel ini gambar apa yang muncul di benak anda? Saya yakin yang muncul pastilah gambar, memori, atau film tentang kekerasan fisik yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak. Bisa jadi memori ini muncul karena anda pernah membaca, mendengar, melihat, atau mengalami sendiri bentuk kekerasan fisik ini. Atau mungkin yang muncul adalah gambar mental tentang kekerasan seksual pada anak.

Bagaimana reaksi anda bila melihat anak yang babak belur di(h)ajar orangtuanya atau yang mengalami pelecehan seksual?

Pastilah sangat sedih, kecewa, atau bahkan marah sekali. Bisa juga anda merasa begitu iba terhadap nasib si anak.
Nah, dalam artikel ini saya tidak akan membahas mengenai bentuk kekerasan seperti yang saya jelaskan di atas. Bentuk kekerasan di atas adalah yang tampak oleh mata. Ada bentuk kekerasan lain, yang justru jauh lebih kejam dan sangat-sangat negatif terhadap perkembangan diri anak, yang tidak tampak oleh mata.

Berbeda dengan luka fisik yang secara otomatis akan sembuh, walau mungkin akan meninggalkan bekas, luka (batin) akibat bentuk kekerasan ini tidak akan bisa mengering dan sembuh. Luka ini akan selalu terbawa menyertai hidup anak hingga ia dewasa, tua, dan meninggal, kecuali bila ia menyadarinya dan segera dilakukan intervensi untuk menyembuhkan luka ini.

Yang lebih menyedihkan lagi, orangtua yang tidak menyadari hal ini, sering menoreh luka baru di atas luka lama yang belum sembuh. Bisa dibayangkan betapa sakitnya.

Nah, apa sih bentuk kekerasan pada anak yang tidak tampak oleh mata?

Sebelum saya menjelaskan lebih lanjut saya ingin menjelaskan mengapa saya menulis artikel ini. Ceritanya begini. Saya banyak melakukan terapi. Umumnya yang saya terapi adalah orang dewasa dengan berbagai masalah. Dari sekian banyak klien yang saya tangani, saat saya membimbing pikiran klien untuk mencari dan menemukan akar masalah mereka, dengan teknik terapi tertentu, lebih dari 95% masalah selalu berawal di masa kecil mereka, yaitu umumnya pada usia sebelum 7 tahun. Ada juga yang berawal di antara usia 7 – 10 tahun. Masalah yang paling sering saya jumpai adalah kekerasan emosi.

Nah, terjawab sudah pertanyaan di atas. Kekerasan pada anak yang dilakukan oleh orangtua, yang tidak tampak oleh mata, adalah kekerasan emosi.

Kekerasan emosi didefinisikan sebagai segala sesuatu, yang dilakukan oleh orangtua, orang tua, termasuk sekolah, dan lingkungan, yang merusak harga diri atau citra diri anak.

Apa saja contohnya? Wah banyak sekali. Antara lain membiarkan anak kesepian, tidak ada kedekatan emosional, tidak memberikan anak sentuhan fisik, mengabaikan anak, menolak anak, mendiamkan anak, tidak berkomunikasi dengan anak, tidak mengijinkan anak mengungkapkan emosi yang ia rasakan, membuat anak merasa bersalah, memarahi anak dengan keras untuk hal-hal sepele, menyebut anak dengan sebutan “anak bodoh” atau “goblok”, atau tidak segera membantu saat anak diejek (bully).

Bentuk lain kekerasan emosi terhadap anak adalah saat orangtua menuntut anak menjadi anak yang manis dan sempurna menurut standar orangtua. Orangtua tipe ini beralasan bahwa mereka melakukannya karena demi kebaikan anak. Orangtua ini yang paling sering menggunakan kata “Jangan” dan “Tidak boleh” dan biasanya sangat menuntut (demanding). Mereka ingin anak bisa melakukan sempurna seperti yang mereka inginkan.

Tuntutan yang seringkali tidak masuk akal, karena tidak sesuai dengan usia anak, atau melebihi kemampuan anak untuk memenuhinya, membuat anak menjadi cemas dan akhirnya menutup diri.

Orangtua, yang biasanya memaksa anak berkembang menurut kecepatan yang tidak masuk akal, demi memuaskan ambisi dan nafsu pribadi, beralasan bahwa semua ini dilakukan demi kebaikan dan masa depan anak. Orangtua beralasan bahwa bila anak tidak di(h)ajar sejak dini, dengan berbagai les atau pelajaran, maka anak akan tertinggal dan akan sulit bersaing di masa depan.

Benarkah demikian?

Kekerasan emosi yang tejadi pada anak saat ini terjadi secara intens dan sistematis terutama di sekolah. Kurikulum pendidikan yang begitu berat, proses pembelajaran yang tidak membelajarkan dan tidak berpihak pada anak, tuntutan untuk perform, baik yang diminta oleh sekolah maupun oleh orangtua, atas nama cinta dan masa depan anak, membuat emosi anak kerdil dan akhirnya berhenti berkembang.

Seorang klien, sebut saja Bu Reni, marah besar saat ia merasa sekolah tempat putrinya menuntut ilmu tidak bisa mengajar seperti yang ia harapkan. Bu Reni tanpa banyak bicara langsung memutuskan untuk memindahkan anaknya ke sekolah lain yang ia rasa bagus.

Bagaimana hasilnya? Malah tambah parah. Di sekolah baru ini putrinya merasa semakin berat dan tersiksa. Begitu banyak PR yang harus dikerjakan dan setiap hari ada ulangan. Padahal putri Bu Reni baru kelas 4 SD.
Apa yang membuat Bu Reni marah besar dan memutuskan memindahkan anaknya ke sekolah lain?

Ternyata Bu Reni merasa malu karena putrinya kalah fasih berbahasa Inggris dibandingkan dengan anak temannya. Di sini tampak sekali bahwa keputusan yang ia buat untuk memindahkan putri lebih didasarkan pada gengsi semata dan bukan dengan pertimbangan demi kebaikan putrinya.

Saat ini Bu Reni pusing dan stress karena harus membantu dan menemani putrinya belajar setiap hari. Bu Reni merasa putrinya merampok waktu senggangnya. Tekanan yang dialami oleh Bu Reni akhirnya berimbas kepada putrinya juga.

Satu kasus lagi adalah seorang Ibu yang marah sekali dan berkata bahwa anaknya sangat bodoh karena tidak bisa menguasai bahasa dan tulisan Mandarin padahal sudah dileskan kepada guru yang sangat terkenal.
Saat saya tanya berapa usia anak Ibu ini saya mendapat jawaban yang sungguh mengagetkan dan memprihatinkan. Ternyata anak Ibu ini baru berusia 3 (tiga) tahun. Ini yang bodoh dan goblok apakah anaknya atau Ibunya ya?

Anak usia 3 tahun tidak butuh pelajaran Mandarin. Anak butuh bermain dan bermain. Mengapa? Karena dengan bermain anak akan berkembang. Anak butuh kasih sayang, perhatian, dan dukungan orangtua.

Sudah saatnya kita sebagai orangtua berani berkata jujur pada diri sendiri, “Apakah yang saya lakukan ini sungguh-sungguh demi anak ataukah sekedar demi memuaskan ego atau gengsi saya? Apakah yang saya lakukan ini benar-benar suatu kebaikan ataukah kekerasan yang dengan mengatasnamakan cinta?”

Yang lebih penting lagi adalah beranikah orangtua bertanya kepada diri sendiri, "Jika posisinya dibalik, saya menjadi anak dan anak menjadi saya, maukah saya diperlakukan seperti ini?"

Jujur Diri Melalui Analisis Value

Oleh : Adi W. Gunawan

Hari Jumat kemarin saya memberikan seminar di Purwokerto mulai siang hingga sore hari. Selesai seminar kami berempat, saya , istri saya Stephanie, Bu Ely Susanti, dan Bapak Prasetyo Erlimus melanjutkan perjalanan menuju Jogjakarta karena besoknya, hari Sabtu, saya memberikan seminar di Univesitas Gajah Mada.

Dalam perjalanan kami berempat mendiskusikan banyak hal. Salah satunya adalah tentang pentingnya kita melepaskan, atau kalau dalam bahasa terapi “release”, berbagai emosi negatif. Yang menjadi pertanyaan adalah, “Bagaimana kita tahu jika kita telah benar-benar melepas emosi negatif itu?” atau “Bagaimana caranya untuk bisa melepas emosi negatif itu selamanya?”

Satu contoh. Misalnya seorang kawan dekat menipu kita ratusan juta rupiah. Apa yang harus kita lakukan?

Tentu kita merasa marah, kecewa, jengkel, sakit hati, dendam, terluka, atau benci. Ada orang yang tetap tidak bersedia atau tidak tahu cara melepaskan emosi negatif ini. Pak Prasetyo bertanya, “Jika orang ini menawarkan kita satu kerjasama lagi, di bidang bisnis, kalau sudah release apakah kita akan ambil peluang ini? Jika kita menolak tawarannya, apakah ini berarti kita belum me-release sepenuhnya emosi negatif kita terhadap orang itu?”

Kita bisa ambil, bisa tidak. Semua bergantung pada nilai hidup atau value kita. Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, kita bisa serta merta menolak tawarannya. Namun hal ini bukan berarti kita masih menyimpan emosi negatif terhadap orang ini. Menolak tawaran yang secara kalkulasi bisnis bisa menghasilkan banyak uang tidak berarti kita masih punya kebencian terhadap orang ini.

“Lho, kalau kita menolak tawarannya, bukankah ini indikasi masih ada perasaan marah di hati kita terhadap orang ini?”

Bisa ya, bisa tidak. Di sini dibutuhkan kejujuran dan keberaniaan menyelami perasaan sendiri. Benar, kita bisa saja menolak. Namun bila penolakan ini didasarkan pada suatu emosi negatif, bukan berdasarkan akal sehat yang berlandaskan nilai hidup maka ini jelas-jelas membuktikan kita belum release sepenuhnya. Jadi, yang menjadi ukurannya adalah, sekali lagi, perasaan kita. Apakah kita feel good atau tidak saat menolak tawaran itu. Jika kita bisa menolak dengan tetap feel good maka hal ini berarti kita telah benar-benar release.

Ini satu contoh nyata. Seorang klien saya, sebut saja Pak Budi, pernah berbisnis dengan rekannya. Dua kali Pak Budi ditipu dan dikhianati oleh rekannya. Dua kali pula Pak Budi marah besar, sangat kecewa, dan terluka. Cukup lama Pak Budi berusaha melepas emosi negatifnya terhadap kawannya. Tetap tidak bisa. Sampai saya membantunya, dengan teknik tertentu, melepas emosi itu untuk selamanya. Begitu emosinya berhasil di-release, Pak Budi merasa begitu lega, tenang, damai, sabar,dan benar-benar nyaman.

Saat ini bila Pak Budi bertemu rekannya ia bisa berbicara, bergurau, dan berdiskusi dengan tenang, nyaman, sama sekali tidak ada perasaan negatif.

“Lho, kok bisa. Bukankah klien ini masih ingat kejadian bahwa ia ditipu kawannya. Bahkan sampai dua kali?”

Benar. Pak Budi tetap bisa mengingat semuanya. Namun saya telah menetralisir emosi yang sebelumnya melekat di memorinya. Jadi, ia tetap bisa mengingat namun tidak ada emosi negatif lagi. Bahkan Pak Budi bisa berterima kasih, tentunya hanya di dalam hati dan tidak disampaikan secara terbuka, kepada rekan yang telah menipunya karena telah mengajarkan pelajaran hidup yang sangat berharga. Pelajaran ini selanjutnya digunakan untuk mengembangkan dirinya dan meningkatkan kebijaksanaan klien saya.

Nah, saya bertanya kepada klien saya ini, “Pak, bila anda mendapat tawaran kerjasama dari rekan anda ini lagi, apakah anda akan menerima atau menolak?”

Pak Budi dengan tegas menjawab bahwa ia akan menolak.

“Lho, bukankah Bapak sudah me-release semua emosi negatif Bapak terhadap rekan Bapak itu?”, kejar saya.

“Betul Pak. Bapak telah membantu saya me-release semua emosi negatif itu. Dan saya belajar banyak dari pengalaman ini. Alasan saya tidak mau bekerja sama lagi dengan rekan saya ini bukan karena saya membenci dirinya. Saya hanya menggunakan akal sehat saya. Saya menggunakan kebijaksanaan saya. Jika ia bisa menipu saya sampai dua kali, dan ini jujur yang goblok adalah saya sendiri kok ya bisa sampai ditipu dua kali, maka besar kemungkinan ia bisa melakukan hal yang sama kepada saya di masa depan. Yang lebih penting lagi, dari kejadian yang saya alami, telah terbukti bahwa value atau nilai-nilai hidup kita, termasuk value yang melandasi bisnis, tidak sejalan. Nah, kalau value-nya nggak cocok lebih banyak jangan melakukan kerjasama. Kalau saya terima tawarannya dan ditipu lagi maka saya harus cari Bapak lagi untuk membantu melepas emosi negatif saya. Saya bisa mengubah diri saya namun saya tidak mengubah rekan saya”, jawab Pak Budi dengan penuh kesadaran dan tenang.

Pak Budi saat ini justru sangat kagum pada rekannya. Mengapa kagum? Karena rekannya ini sukses menipu dirinya sampai dua kali. Luar biasa, kan? Ini yang disebut dengan peningkatan level kesadaran diri dan ekspansi kesadaran.

Menyambung pembahasan di atas, apakah kita bisa menerima tawaran orang yang telah menyakiti kita?

Bisa. Bila kita menerima tawaran ini maka yang bermain adalah dua jenis value. Value pertama adalah value tentang kesetiaan, integritas, dan kejujuran. Anda tahu rekan anda tidak jujur pada anda. Di sisi lain, ada value lain, yang ngurusin duit, yang berkata, “Hei, biarpun dia pernah nipu kamu, tapi tawarannya kali ini bisa memberikan hasil yang sangat besar. Nggak apa-apa deh kamu marah sama dia. Yang penting duitnya bisa didapat.”

Anda lihat bagaimana dua value sedang “bertempur”. Yang menjadi pemenang adalah value yang berhasil memunculkan emosi dengan bobot yang lebih berat. Jika perasaan marah atau terluka “bobotnya” kalah dengan perasan “nikmat” karena punya uang banyak maka anda akan menerima tawaran kerjasama itu. Demikian pula sebaliknya. Bila emosi marah ini lebih kuat daripada perasaan “nikmat” punya uang banyak maka anda pasti akan menolak tawaran kerjasama.

Anda jelas sekarang? Ingat, seperti yang selalu saya sampaikan, “Value adalah timbangan mental yang menentukan setiap keputusan yang kita buat.”

Hati-hati dengan value anda. Kita perlu jeli melakukan pengamatan dan analisis terhadap value. Ini ada kisah klien saya yang lain, sebut saja Pak Johan. Klien ini berkata bahwa ia ingin membantu rekannya yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Untuk itu Pak Johan melakukan kerjasama bisnis dengan rekannya.

Bila dilihat sekilas tujuan Pak Johan sungguh mulia, ingin membantu rekan. Setelah satu tahun kerjasama mereka berakhir. Ujung-ujungnya Pak Johan berkata, “Ternyata value kita tidak cocok. Dulu waktu memulai kerjasama dengan rekan saya ini, hati saya nggak enak. Suara hati saya menolak. Tapi tetap saya teruskan. Bahkan istri saya pun berkata jangan. Tetap saya teruskan. Saya menyesal karena tidak mendengarkan suara hati saya dan intuisi istri saya.”

Selidik punya selidik ternyata saat Pak Johan menerima tawaran kerjasama, yang bermain adalah keserakahannya. Ia ingin dapat hasil yang sangat besar dalam waktu sesingkat-singkatnya. Keserakahan menutupi akal sehatnya dalam bentuk kamuflase “ketulusan” ingin membantu rekan yang mengalami kesulitan keuangan.

Ck.. ck.. ck.. anda lihat. Betapa halusnya permainan pikiran. Kalau tidak hati-hati kita bisa ditipu habis-habisan oleh pikiran. Ada yang mengatakan, “Mind is a very cruel master but a very useful servant”. Itulah sebabnya kita perlu berani bersikap jujur dan tegas kepada diri sendiri. Kita bukanlah pikiran kita. Kita bukanlah value kita. Dan kita juga bukan emosi kita.

Apakah Memaafkan Sama Dengan Melupakan?

Oleh : Adi W. Gunawan

Di milis Money Magnet baru-baru ini ramai dibahas mengenai memaafkan dan melupakan. Ada yang mengalami suatu pengalaman yang menyakitkan dan merasa sulit untuk memaafkan. Ada yang merasa sudah memaafkan namun kok nggak bisa melupakan. Apakah memaafkan sama dengan melupakan?

Saya menjelaskan mengenai efek dan khasiat memaafkan di artikel Forgiveness is The True Healer. Ini adalah artikel yang saya posting di web saya beberapa waktu lalu.

Bagaimana sih kok kita ini sampai bisa punya masalah, khususnya yang berhubungan dengan emosi negatif?

Sebenarnya semua emosi itu positif. Namun untuk memudahkan penjelasan maka saya “mengkategorikan” emosi seperti marah, kecewa, dendam, benci, terluka, sakit hati, perasaan bersalah, takut, cemas, khawatir, dan kawan-kawannya sebagai emosi negatif. Emosi negatif adalah emosi yang bila kita rasakan atau alami akan sangat mengganggu kita.

Pertanyaannya sekarang adalah, “Dari manakah sebenarnya emosi ini?”

Emosi muncul sebagai hasil dari suatu pemaknaan. Setiap kejadian adalah netral. Tidak ada kejadian yang baik atau jelek. Semua bergantung pada diri kita sendiri. Kita memberikan makna pada kejadian itu berdasarkan persepsi kita. Persepsi dipengaruhi oleh belief system kita. Jadi, ujung-ujungnya sebenarnya bicara soal belief system atau sistem kepercayaan.

Nah, begitu kita memberikan makna pada suatu kejadian atau peristiwa maka emosi yang muncul bisa berupa emosi positif, emosi negatif, atau netral.

Lalu, bagaimana kita bisa melupakan dan memaafkan, atau memaafkan dan melupakan?

Pertama, yang perlu diluruskan adalah kita bisa memaafkan namun kita tidak akan bisa melupakan. Semua yang pernah kita alami tersimpan di memori di pikiran bawah sadar kita. Yang kita lakukan, khususnya hipnoterapis, adalah menetralisir emosi negatif dengan teknik terapi tertentu. Selama emosi negatif ini tidak berhasil dinetralisir maka kita akan selalu diganggu oleh memori tersebut. Memori ini kadang muncul, kadang hilang. Nanti muncul lagi, lalu hilang lagi. Demikian seterusnya.

Sebelum saya teruskan, ada yang perlu saya jelaskan mengenai memori. Memori adalah data yang disimpan di pikiran bawah sadar kita. Data ini berisi beberapa hal yang berhubungan dengan suatu kejadian atau peristiwa, antara lain:

1.Waktu terjadinya
2.Lokasi kejadian
3.Siapa saja yang terlibat
4.Gambar/image
5.Suara
6.Bau
7.Rasa
8.Sensasi perabaan
9.EMOSI.

Yang membuat masalah sebenarnya bukan komponen 1 sampai 8, tapi yang no 9, emosi. Komponen emosi muncul sebagai hasil dari pemaknaan.

Nah, untuk memaafkan maka kita harus bisa menetralisir emosi ini. Selama emosi tidak berhasil dinetralisir maka kekuatan penolakan, untuk tidak memaafkan, akan sangat kuat. Re-edukasi pikiran bawah sadar, misalnya memberikan pemaknaan baru terhadap kejadian yang tadinya dirasa menyakitkan, baru bisa berjalan efektif, mudah, dan permanen saat emosi ini telah kita bereskan. Untuk lebih jelas mengenai hal ini bisa membaca Teori Tungku Mental.

Setelah emosi dibereskan maka kita tetap bisa mengingat semua kejadian atau pengalaman namun sudah tidak lagi terpengaruh. Kita mengingat pengalaman itu hanya sebagai suatu kenangan dengan intensitas emosi yang netral.

Saat emosi berhasil dibereskan, saat inilah kita dinyatakan sembuh. Jadi yang menjadi sumber masalah selama ini adalah emosi (negatif).

Apakah membereskan emosi harus dengan menggunakan hipnoterapi?

Wah ya nggak lah. Ada banyak teknik untuk bisa membereskan emosi ini. Di Quantum Hypnosis Indonesia saya mengajarkan banyak teknik terapi dan variasinya. Cara yang umumnya digunakan orang adalah dengan berusaha mengikis emosi ini sedikit demi sedikit seiring dengan perjalanan waktu. Mereka berkata, “Time will heal the wound” atau “Waktu yang akan menyembuhkan luka ini”. Ada lagi yang mencoba dengan memberikan pemaknaan ulang, secara sadar. Ada yang menggunakan pendekatan spiritual, dengan doa. Ada lagi yang curhat, atau menggunakan teknik konseling. Dan masih banyak lagi deh.

Nah, dari pengalaman saya, yang paling mudah, sederhana, tapi sangat cepat adalah dengan menggunakan EFT. Ini yang paling mudah. Apalagi kalau menggunakan Hypno-EFT. Dijamin lebih cespleng. Bisa juga pake NLP. Dan kalo semua nggak bisa, terpaksa pake jurus pamungkas, memaafkan dengan bantuan hipnoterapi.

Apa beda masing-masing teknik terapi ini?

Jika menggunakan NLP maka kita tidak akan mengotak-atik konten. Kita tidak perlu tahu apa yang terjadi. Pertanyaan yang diajukan tidak pernah, “Mengapa ini terjadi?” tapi “Bagaimana anda membuat emosi ini muncul?” Di sini yang dicari adalah strategi yang mengakibatkan suatu emosi muncul. Terapi dilakukan dengan mengubah strategi sehingga tidak bisa memunculkan emosi itu lagi.

Dengan menggunakan Hypno-EFT maka kita memotivasi klien untuk berubah dan melepaskan emosi negatifnya. Ini adalah pendekatan waking hypnosis. Selanjutnya kita mengotak-atik jalur meridien tubuh, dengan melakukan ketukan pada titik-titik di tubuh dan dengan urutan tertentu. Hasilnya? Sangat efektif. Saya bahkan sering menerapi klien jarak jauh dengan menggunakan Hypno-EFT. Yang sering saya demonstrasikan adalah bagaimana dengan cepat menyembuhkan phobia ular. Biasanya hanya butuh waktu sekitar 2 menit.

Kalau dengan hipnoterapi caranya berbeda lagi. Kita akan menggunakan teknik tertentu untuk menemukan akar masalah dan melepaskan emosi negatif yang selama ini mengganggu hidup klien. Selanjutnya pikiran klien anda direedukasi, memberikan pemaknaan baru, dan melakukan forgiveness.

Emosi yang saya maksudkan di sini tentunya emosi negatif yang menggangu hidup kita. Namun, apakah emosi positif juga bisa dinetralisir atau dihilangkan? Bisa.

Ada teknik yang bisa dengan sangat cepat menetralisir baik emosi positif maupun negatif. Bahkan perasaan cinta juga bisa kita hilangkan dengan sangat cepat. Semua bergantung kebutuhan, situasi, dan kondisi.

Melakukan Hipnoterapi Pada Anak

Oleh : Adi W. Gunawan


Saat mengajar di kelas sertifikasi hipnoterapis 100 jam Quantum Hypnosis Indonesia di Jakarta dan Surabaya baru-baru ini saya mendapat pertanyaan, “Bagaimana caranya melakukan hipnoterapi pada anak-anak?”

Nah, pembaca, artikel ini adalah ringkasan dari jawaban, yang cukup panjang dan mendalam, yang saya berikan kepada para peserta pelatihan.

Sebelum menjelaskan mengenai hipnoterapi terhadap anak maka kita perlu memahami apa sih sebenarnya hipnosis itu? Mengapa perlu memahamai apa itu hipnosis? Karena hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan dengan bantuan kondisi hipnosis.

Definisi hipnosis menurut US. Dept. of Education, Human Services Devision yaitu hypnosis is the bypass of the critical factor of the conscious mind followed by the establishment of acceptable selective thinking atau hipnosis adalah penembusan faktor kritis pikiran sadar dan diikuti dengan diterimanya suatu sugesti/ide atau pemikiran.

Selanjutnya kita perlu mencermati proses pembentukan pikiran. Mengapa? Karena pada definisi di atas tampak bahwa langkah awal untuk melakukan hipnosis adalah dengan mem-bypass atau menembus filter mental atau critical factor dari pikiran sadar.

Masalahnya adalah critical factor seorang anak baru mulai terbentuk saat anak berusia 3 tahun. Critical factor akan menguat dan semakin tebal seiring dengan pertumbuhan anak. Filter ini menjadi sangat tebal/kuat saat anak berusia antara 11 hingga 13 tahun.

Anak dibagi menjadi 3 kategori. Pertama, kategori sangat muda dengan rentang usia sejak lahir hingga 5 atau 6 tahun. Kedua, kategori muda antara 5 hingga 10 atau 11 tahun. Dan kategori ketiga adalah remaja, usia 12 tahun ke atas.

Untuk kategori remaja maka prosedur atau teknik terapi yang digunakan sama dengan yang digunakan untuk orang dewasa. Sedangkan untuk kategori sangat muda dan muda caranya agak berbeda.

Hal yang menyenangkan bila kita melakukan hipnoterapi pada anak yaitu program pikiran yang telah masuk ke komputer mental (baca: pikiran bawah sadar) anak masih belum kuat sehingga mudah untuk dimodifikasi atau bahkan di-uninstall. xx
Kemudahan lainnya adalah anak tidak takut hipnosis, mereka berani berbicara apa adanya, mereka suka pada figur otoritas, tapi bukan otoritas orangtua, dan critical factor mereka masih sangat lemah.

Satu hal lagi yang sangat membantu dan memudahkan hipnoterapi pada anak yaitu anak sangat sering berada dalam kondisi trance. Jadi tidak dibutuhkan induksi secara formal seperti yang dibutuhkan untuk menerapi orang dewasa. Anak masuk dan keluar kondisi trance secara alamiah.

Nah, sekarang bagaimana caranya melakukan terapi pada anak usia di bawah 5 tahun. Oh, mudah sekali. Untuk anak usia di bawah 5 tahun maka yang perlu diterapi adalah kedua orangtuanya.

Mengapa kok yang diterapi kedua orangtuanya?
Karena masalah anak sebenarnya cerminan masalah yang ada pada diri kedua orangtuanya. Seringkali dijumpai dalam satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan, misalnya, 3 orang anak, maka masalah bisa berpindah dari satu anak ke anak yang lain.

Maksudnya begini. Bila seorang anak yang bermasalah berhasil disembuhkan maka bisa jadi masalah yang serupa atau berbeda muncul lagi (relapse) pada diri anak itu. Bisa juga terjadi masalah yang serupa atau berbeda muncul di anak yang lainnya. Anak yang bermasalah ini dikenal sebagai IP atau identified patient atau pasien yang teridentifikasi. Masalah muncul sebagai akibat dari sistem keluarga yang bermasalah. Sudah jelas sekarang? Masalah anak sebenarnya adalah masalah orangtua.

Ada tiga aturan penting yang harus diperhatikan saat melakukan hipnoterapi pada anak. Pertama, kita, terapis, harus bisa memenangkan hati anak. Ada banyak cara yang bisa kita lakukan. Saya biasanya menggunakan beberapa trik sulap sederhana atau permainan yang sudah tentu membuat anak sangat senang. Contohnya adalah membuat uang koin hilang atau membuat suatu objek melayang di hadapan anak.

Selain itu anak harus merasa aman, nyaman, dan percaya diri untuk mengungkapkan isi hatinya. Untuk itu orangtua tidak diperkenankan berada di dalam ruang terapi, apapun alasannya. Kedua, kita memberitahu anak apa yang akan kita lakukan bersama. Dan ketiga, gunakan teknik yang sesuai.

Saat membangun hubungan dengan anak, saat ngobrol santai, terapis perlu mencari tahu siapa tokoh idola si anak, apa acara tv atau film kesukaan, hobi, cita-cita, tempat liburan favorit, dan nama kawan dekat si anak. Pengetahuan ini nantinya digunakan sebagai jembatan untuk bisa memasukkan data atau program baru ke dalam pikiran bawah sadar anak.

Kesalahan fatal yang dilakukan oleh kebanyakan hipnoterapis, termasuk saya juga dulunya, yaitu kita terlalu bernafsu untuk mengubah si anak dengan cara memasukkan direct suggestion secepatnya ke dalam pikiran anak.

Kita tahu bahwa critical factor anak masih sangat lemah dan sangat sulit menolak sugesti yang kita berikan. Namun satu hal yang perlu disadari yaitu anak dibawa oleh orangtuanya bertemu kita, hipnoterapis, sebagai langkah terakhir. Biasanya anak ini sudah dibawa ke mana-mana nggak berhasil baru akhirnya orangtuanya membawanya ke hipnoterapis.

Saat anak bertemu kita, hipnoterapis, maka saat itu harga diri anak telah benar-benar terpukul. Anak merasa dirinya rendah, bodoh, minder, tidak mampu, tak berdaya, tidak bisa menghargai dirinya sendiri.

Dalam kondisi ini, yang pertama-tama harus dilakukan adalah membangkitkan semangat anak. Terapis mensugestikan berbagai sugesti positif yang bertujuan meningkatkan rasa percaya diri, motivasi, perasaan diri mampu dan berharga, dan citra diri positif.

Mengapa perlu melakukan hal ini terlebih dahulu?
Karena kita sebenarnya menyiapkan lahan pikiran bawah sadar terlebih dahulu sebelum menanam bibit sugesti positif. Persiapan ini dilakukan dengan mencabut atau menghilangkan berbagai rumput liar atau tanaman penganggu/gulma yang telah tumbuh di lahan pikiran anak dilanjutkan dengan menggemburkan tanah di lahan pikiran anak.

Nah, setelah ini dilakukan, barulah pada sesi berikutnya terapis memberikan sugesti yang bertujuan membantu anak keluar dari masalahnya.

Intinya begini. Jika kita hendak menghipnoterapi anak maka yang kita lakukan adalah:
• Minta anak menutup matanya
• Sibukkan pikiran anak dengan imajinasi atau visualisasi. Hal ini bertujuan agar critical factornya lengah sehingga tidak menjaga gerbang pikiran bawah sadarnya.
Menyibukkan pikiran anak bisa dengan meminta ia membayangkan sedang menonton acara film kesukaannya, atau bisa juga mengamati es yang sedang mencair, atau mengamati pendulum dengan intens.
• Berikan direct suggestion yang sesuai dengan masalah anak. Ulangi sebanyak 4 – 5 kali.
• Minta anak buka mata

Ciri-ciri trance pada anak mirip dengan pada orang dewasa yaitu napasnya lebih lambat, tubuhnya lebih rileks, dan saat matanya tertutup akan ada gerakan mata ke kiri atau ke kanan. Ini adalah indikasi anak sudah masuk ke kondisi somnambulisme atau deep trance. Terapis tidak perlu lagi melakukan deepening. Langsung berikan direct suggestion.

Oh ya satu lagi pesan saya kepada anda para orangtua yang mungkin kebetulan juga seorang hipnoterapis. Walaupun anda adalah seorang hipnoterapis andal, berpengalaman menerapi banyak anak/klien dengan sangat berhasil, jangan sekali-kali mencoba menerapi anak anda. Dijamin hasilnya tidak akan optimal.

Mengapa?

He.. he.. nggak perlu nanya lah. Anda sudah tahu jawabannya. Bagaimana mungkin anak anda mau mengungkap masalahnya kepada terapis yang justru menjadi sumber masalahnya? Ingat! Parents can not be their children therapist.

Memahami Jenis Dan Fungsi Filter Mental

Oleh : Adi W. Gunawan

Beberapa waktu lalu saya membaca kembali buku karya maestro hipnoterapi Charles Tebbetts yang berjudul Miracles on Demand. Saya memang biasa membaca ulang buku-buku yang telah saya baca sebelumnya. Tujuannya adalah untuk bisa mendapatkan sari pati pengetahuan yang terkandung di buku-buku itu, yang mungkin sebelumnya terlewatkan.

Dulu saat saya pertama kali membaca judul buku “Miracles on Demand” saya bertanya, “Ah , apa mungkin kita bisa menciptakan mujizat sesuai dengan yang kita inginkan?”. Ternyata setelah membaca tuntas buku Tebbets ini dan juga mempraktikkan berbagai teknik terapi yang dijelaskannya, benar, kita dapat menciptakan atau menghasilkan mujizat sesuai dengan keinginan kita, yang kalau mengutip kata Tebbetts “by demand” atau sesuai permintaan.

Pembaca, jangan salah mengerti ya. Mujizat yang dimaksud oleh Tebbets adalah mujizat perubahan/kesembuhan diri sebagai hasil aplikasi hipnoterapi dalam membantu seseorang keluar dari masalah (emosi) yang selama ini menghambat atau mengganggu hidupnya.

Untuk bisa melakukan Miracles On Demand kita perlu memahami cara kerja berbagai teknik yang dijelaskan di bukunya. Dan yang lebih penting lagi kita harus sungguh-sungguh mengerti cara kerja pikiran. Saya telah banyak mengulas mengenai cara kerja pikiran di berbagai artikel dan buku yang saya tulis. Dalam kesempatan ini saya akan mengulas satu bagian dari mekanisme pikiran, yang sangat penting, yang selama ini hanya saya ajarkan di pelatihan sertifikasi hipnoterapi 100 jam yang saya selenggarakan melalui Quantum Hypnosis Indonesia.

Sebelum saya menjelaskan lebih jauh saya perlu secara jujur mengakui bahwa di awal karir saya sebagai seorang Re-Educator dan Mind Navigator saya banyak mengalami kegagalan melakukan terapi. Seringkali klien yang saya tangani hanya “sembuh” untuk beberapa saat dan setelah itu masalahnya muncul lagi (relapse).

Seringkali saat sedang asyik melakukan restrukturisasi berbagai program pikiran bawah sadar klien, saya mendapat penolakan hebat dari diri klien (baca: pikiran bawah sadar). Saya cukup pusing memikirkan hal ini. Dan ini berpengaruh terhadap kepercayaan diri saya melakukan terapi. Saya pernah sampai memutuskan untuk cuti melakukan terapi karena merasa diri saya gagal total setelah 4 kali berturut-turut gagal membantu klien.

Jadi, beginilah kemampuan saya dulu. Payah.. kan? Berbekal perasaan malu kepada diri sendiri dan dorongan untuk bisa memberikan yang terbaik untuk klien maka saya memutuskan untuk belajar lebih mendalam lagi. Saya membeli lebih banyak buku dan berbagai program pelatihan yang direkam dalam bentuk DVD.

Hasilnya? Ya… lumayan lah.

Ternyata kesalahan utama saya adalah saya belum tahu cara efektif untuk membawa klien masuk ke kedalaman trance yang dibutuhkan untuk terapi yang efektif. Teknik yang saya gunakan ternyata sangat uzur dan tidak efektif karena tidak ada uji kedalaman trance yang presisi.

Teknik apa yang saya gunakan? He.. he.. malu ah kalau saya harus ceritakan di sini. Tapi, biar anda tidak penasaran saya perlu mengungkapkan teknik “rahasia”, yang ternyata tidak efektif, yang saya gunakan untuk induksi. Teknik ini adalah teknik Progressive Relaxation.

Mengapa Progressive Relaxation tidak efektif?

Karena saat itu saya berpikir, berdasar pembelajaran saya pada saat itu, bahwa bila seseorang sudah rileks, secara fisik, maka ini sama dengan kondisi hipnosis. Ternyata saya salah. Kondisi hipnosis sama sekali tidak ada hubungannya dengan relaksasi fisik. Kondisi hipnosis adalah relaksasi pikiran. Jadi, walaupun fisiknya tidak rileks, bila pikirannya rileks maka klien sudah masuk ke kondisi hipnosis. Semakin rileks pikirannya maka semakin dalam level hipnosis yang berhasil dicapai klien.

Kondisi lain untuk membawa seseorang masuk ke kondisi deep trance adalah dengan menggunakan emosinya. Teknik ini dikenal dengan nama Emotionally Induced Induction. Jadi, tanpa klien perlu merilekskan tubuhnya, justru pada saat emosinya sedang bergejolak, misalnya klien menangis saat menceritakan pengalaman hidupnya, maka pada saat itu klien sudah masuk ke kondisi trance yang dalam.

Nah, setelah mengetahui bahwa teknik Progressive Relaxation tidak efektif saya lalu meng-update diri saya dengan menggunakan teknik yang lebih advanced. Dari sekian banyak teknik saya akhirnya menyimpulkan, dari berbagai literatur yang saya pelajari dan juga dari pengalaman praktik, bahwa ada 3 (tiga) teknik induksi yang sungguh-sungguh efektif untuk membawa seeorang masuk ke kondisi (very) deep hypnosis, atau yang biasa disebut dengan profound somnambulism, dengan sangat cepat dan sangat mudah. Teknik ini diajarkan di kelas sertifikasi hipnoterapis 100 jam yang saya selenggarakan. Saya tidak mengajarkan teknik lain.

Bagaimana hasil terapi saya setelah bisa membawa klien masuk ke kondisi somnnambulism?

Semakin baik. Secara statistik keberhasilan saya meningkat sangat drastis. Saya ikut senang dengan pencapaian ini. Tapi ini bukanlah akhir dari masalah yang saya hadapi.

Seperti yang saya jelaskan di depan, beberapa kasus yang saya tangani ternyata tidak maksimal. Terutama saat membantu klien berhenti merokok dan menurunkan berat badan.

Apa yang terjadi?

Klien yang sudah berhenti merokok ternyata setelah beberapa saat, bisa beberapa minggu atau bulan, eh… tiba-tiba kembali merokok. Dan kalau mereka kembali merokok biasanya menghabiskan lebih banyak rokok dari sebelum diterapi.

Apa yang salah?

Saya juga bingung kok bisa begini. Saya sudah berhasil membawa klien masuk kondisi sangat dalam. Saya merasa telah menggunakan teknik yang sesuai dengan kondisi klien. Tapi mengapa kok bisa kambuh lagi? Saya tahu pasti ada some thong wring dengan teknik terapi yang saya gunakan.

Kembali lagi saya harus jujur melakuan evaluasi diri. Jika saya belum berhasil membantu klien dengan optimal maka saya tidak akan pernah menyalahkan klien saya. Yang saya salahkan adalah diri saya. Walaupun sebenarnya faktor klien juga sangat menentukan. Terapi adalah kontrak upaya dari dua pihak, klien dan terapis. Bukan kontrak hasil.

Berbekal rasa penasaran ini saya akhirnya mulai melakukan indepth thinking. Saya melakukan kaji ulang terhadap berbagai kasus yang telah saya tangani. Saya melihat catatan yang saya buat selama menangani berbagai kasus itu. Setelah dipelajari dengan sungguh-sungguh tetap tidak ditemukan “kesalahan” prosedur dalam terapi saya. Lalu apa yang salah ya?

Jawaban muncul saat saya mempelajari kembali sifat-sifat pikiran bawah sadar seperti yang dinyatakan oleh Milton Erickson. Salah satu fungsi pikiran bawah sadar kita adalah melindungi diri kita dari bahaya fisik dan bahaya mental/emosi, baik itu bahaya yang sebenarnya atau sesuatu yang dipersepsi sebagai bahaya. Selain itu, Milton Erickson juga mengatakan bahwa pikiran bawah sadar malas untuk berubah.

Semuanya menjadi jelas saat saya membaca karya Georgi Lozanov, Suggestology and Outline of Suggestopedia, yang mengatakan bahwa di pikiran bawah sadar terdapat mental barrier yang berfungsi sebagai filter mental. Filter mental ini menghambat perubahan yang dilakukan pada “isi” pikiran bawah sadar.

Nah, kalau sampai terapi yang saya lakukan tidak efektif, terbukti dengan klien kembali ke pola kebiasaan lama, maka hal ini mengindikasikan bahwa terapi yang saya lakukan mendapat perlawanan dari pikiran bawah sadar klien. Perlawanan ini muncul dalam bentuk dianulirnya restrukturisasi yang telah saya lakukan dan klien kembali lagi ke kebiasaan lama.

So… what’s wrong?

Ternyata setelah dikaji dengan hati-hati akhirnya saya menemukan mengapa terapi saya kurang efektif. Saya telah salah berasumsi. Saya berpikir bahwa dengan berhasil membawa klien masuk kondisi hipnosis yang sangat dalam maka saya bisa melakukan apa saja dengan pikiran klien. Bukankah saat dalam hipnosis filter pikiran klien sudah off alias tidak bekerja? Wah.. ini pandangan yang benar-benar ngawur dan tidak ilmiah.

Memang benar saat dalam kondisi hipnosis filter mental, yang disebut critical factor, sudah off. Namun, ini kan filter yang ada di pikiran sadar. Bukan di pikiran bawah sadar. Secara intuitif saya yakin bahwa di pikiran bawah sadar juga ada filter mental. Ini yang selama ini jarang dibahas.

Seorang pakar lainnya mengatakan bahwa filter mental ini, critical factor, sebagian terletak di pikiran sadar dan sebagian lagi ada di pikiran bawah sadar. Namun sayangnya ia tidak secara detil menjelaskan filter yang ada di pikiran bawah sadar.

Berbekal kesimpulan ini saya selanjutnya berburu informasi mengenai filter mental. Ternyata walaupun saya punya sangat banyak literatur mengenai hipnoterapi jarang ada yang secara khusus membahas mengenai filter mental. Saya akhirnya harus membaca ulang berbagai literatur dan memberikan perhatian khusus pada kasus-kasus terapi yang diceritakan di literatur itu. Dari sini akhirnya saya mendapat pencerahan. Saya melihat ada satu pola yang konsisten yang terjadi pada kasus-kasus yang semula “gagal” diterapi oleh para pakar itu. Setelah pakar itu melakukan beberapa perubahan pada teknik dan semantik yang digunakan akhirnya klien sembuh total.

Nah, apa sih yang saya temukan?

Saya menyimpulkan bahwa saat dalam kondisi hipnosis, saat critical factor yang ada di pikiran sadar tidak bekerja, maka pada saat itu masih ada 4 (empat) filter mental di pikiran bawah sadar yang tetap aktif.

Berbeda dengan pandangan umum ,yang mengatakan bahwa saat berada dalam kondisi deep hypnosis klien sama sekali tidak berdaya sehingga terapis bisa melakukan apa saja terhadap diri klien, ternyata sedalam apapun kondisi klien, ia tetap mendapat proteksi dari 4 filter mentalnya.

Untuk bisa melakukan perubahan permanen maka restrukturisasi berbagai program pikiran bawah sadar, termasuk pemberian sugesti, harus bisa menembus saringan 4 filter ini. Jika tidak lolos salah satu saja dari keempat filter ini maka perubahan yang hendak dilakukan akan mendapat perlawanan/penolakan dan akhirnya bisa dianulir oleh pikiran bawah sadar.

Apa saja 4 filter ini?

Pertama, filter keselamatan hidup atau survival. Segala perintah atau sugesti yang diberikan, walaupun klien dalam kondisi deep hypnosis, bila membahayakan keselamatan hidup klien pasti langsung ditolak.

Kedua, filter nilai moral atau agama. Bila perintah berhasil menembus filter pertama maka akan disaring oleh filter kedua ini. Perintah yang bertentangan dengan nilai moral atau agama pasti akan ditolak.

Misalnya seorang anak, saat berada dalam kondisi deep hypnosis, diminta untuk “memegang” pisau (ini hanya dalam imajinasinya) dan membunuh ibunya. Apakah akan ia lakukan perintah ini? Tentu tidak.

Demikian juga jika klien diminta menginjak kitab suci agamanya. Apakah akan ia lakukan? Tentu tidak. Mengapa? Karena sejak kecil ia dididik bahwa kalau sampai ia menginjak kitab suci agamanya maka nanti ia akan masuk neraka dan akan dibakar 7 (tujuh) kali. Ini benar-benar siksaan yang luar biasa. Tentu pikiran bawah sadar klien tidak akan mengijinkan klien mengalami hal ini.

Contoh lain, misalnya terapis pria memberikan sugesti kepada klien wanita untuk melakukan tindakan yang kurang pantas. Perintah ini akan serta merta ditolak. Klien bisa langsung keluar dari kondisi hipnosis dan bisa sangat marah kepada terapis kurang ajar ini.
Namun tidak menutup kemungkinan klien wanita ini menuruti apa yang disugestikan oleh terapis. Mengapa ini bisa terjadi? Jawabannya sangat sederhana dan logis. Bila klien wanita melakukan perintah, yang seharusnya menurut nilai moral dan agama tidak pantas, maka hal ini menunjukkan bahwa filternya mengijinkan hal ini terjadi. Dengan kata lain si wanita ini “agak kurang beres”. Anda mengerti lah maksud saya. Tidak perlu saya jelaskan lebih detil.

Ketiga, filter kebenaran data. Misalnya terapis memberikan sugesti pascahipnosis (post hypnotic suggestion) bahwa klien akan berhenti merokok karena rokok baunya seperti ikan busuk, sangat menjijikkan, dan membuat klien mual. Sugesti ini bisa bekerja untuk beberapa saat saja. Pikiran bawah sadar akan melakukan pengecekan kebenaran data ini. Apa benar rokok itu baunya seperti ikan busuk? Tentu tidak. Akibatnya, cepat atau lambat sugesti ini akan dianulir secara otomatis.

Keempat, filter masuk akal. Jika sugesti yang diberikan ternyata tidak masuk akal maka akan ditolak. Masuk akal ini ukurannya adalah berdasarkan pengalaman dan pengetahuan klien. Misalnya klien mempunyai berat badannya 90 kg. Klien ingin menurunkan berat badan hingga menjadi 45 kg. Terapis memberikan sugesti bahwa 1 bulan kemudian berat badan klien akan turun ke 45 kg. Sugesti ini sudah pasti akan ditolak karena tidak masuk akal. Selain itu filter survival juga akan langsung aktif menolak perintah ini. Mengapa? Karena sugesti ini akan berakibat sangat negatif pada kesehatan klien.

Pembaca, anda jelas sekarang?

Ternyata urusan pikiran ini cukup njlimet … eh… rumit, maksud saya. Semoga penjelasan saya di artikel ini bisa membantu anda untuk lebih memahami cara kerja pikiran dan bisa diterapkan untuk kemajuan hidup anda.

Memahami Level Hipnosis Dan Manfaatnya

Oleh : Adi W. Gunawan

Saya baru-baru ini mendapat email dari seorang pembaca buku yang juga telah mendengarkan CD Audio Ultra Depth Relaxation. Pendengar ini bertanya, “Pak Adi, saat saya mengikuti bimbingan Bapak di CD, saya masuk ke dalam kondisi relaksasi yang begitu dalam. Jauh lebih dalam dari yang pernah saya capai sebelumnya. Belum pernah saya merasa begitu tenang dan damai. Namun saat sedang menikmati suasana yang luar biasa itu saya merasa bahwa sebenarnya saya masih bisa turun lebih dalam lagi. Pak, apakah ada dasar atau level terdalam yang bila seseorang telah mencapainya maka ia sudah tidak bisa turun lagi?”

Pembaca, sebenarnya ada banyak level relaksasi yang bisa kita capai. Relaksasi ada 2 macam yaitu relaksasi fisik dan relaksasi mental. Pada umumnya kita berpikir bahwa saat kita mengalami relaksasi fisik maka hal ini sama dengan kondisi trance. Pemahaman ini sama sekali tidak tepat.

Saya pun dulunya berpikir seperti ini. Dulu saat saya berhasil membawa seseorang masuk ke dalam kondisi relaksasi (fisik) yang sangat dalam, dengan menggunakan induksi progressive relaxation, saya “yakin” klien ini telah masuk kondisi deep trance.

Namun apa yang terjadi? Dari pengalaman praktik saya mulai meragukan korelasi antara relaksasi fisik dan kedalaman trance saat saya menemukan bahwa hasil terapi saya kadang efektif, kadang bahkan sama sekali tidak ada hasilnya. Apa yang salah?

Saya selanjutnya berusaha menemukan apa yang salah dengan terapi yang saya lakukan. Akhirnya setelah mencari ke sana ke mari, membaca lebih banyak literatur, saya mendapat pencerahan. Ternyata relaksasi fisik tidak sama dengan kondisi trance. Seseorang bisa saja begitu rileks fisiknya namun ternyata belum masuk kondisi hipnosis atau trance yang dalam.

Hal ini diperkuat dengan definisi hipnosis yang dikeluarkan oleh US. Dept. of Education, Human Services Devision yang menyatakan bahwa hypnosis is the bypass of the critical factor of the conscious mind followed by the establishment of acceptable selective thinking atau hipnosis adalah penembusan faktor kritis pikiran sadar dan diikuti dengan diterimanya suatu sugesti/ide atau pemikiran.

Definisi ini secara jelas, lugas, dan gamblang sama sekali tidak menyebutkan hubungan antara kondisi hipnosis dan relaksasi fisik. Ternyata kondisi hipnosis adalah relaksasi pikiran atau mental. Dari sini saya akhirnya benar-benar tercerahkan.
Pencerahan lainnya saya dapatkan saat mempelajari tulisan seorang pakar hipnoterapi lainnya yang menghubungkan antara level kedalaman hipnosis/trance dengan efektivitas hasil terapi.

Pakar ini menyebutkan bahwa semakin dalam level hipnosis, saat terapi dilakukan, maka akan semakin efektif dan permanen hasil terapi. Bila terapi dilakukan pada level light trance maka efeknya hanya akan bertahan antara 2 jam hingga 2 hari. Bila dilakukan pada level medium trance efeknya bertahan antara 2 hingga 5 minggu. Sedangkan bila dilakukan pada deep trance maka efeknya permanen.

Pembaca, bagi anda yang awam dengan hipnosis atau hipnoterapi, jangan bingung dengan berbagai istilah level kedalaman trance yang saya sebutkan di atas. Di bawah ini saya akan menjelaskan secara lebih detil.

Pencerahan lain yang saya dapatkan adalah ternyata teknik induksi progressive relaxation, yang seharusnya lebih tepat disebut dengan fractional relaxation, justru merupakan teknik yang paling tidak efektif untuk membawa seseorang masuk kondisi deep trance. Dan teknik ini yang paling banyak digunakan di dalam dunia hipnosis/hipnoterapi.

Saya pun dulunya sangat sering menggunakan teknik ini. Namun saat ini saya sudah tidak pernah lagi menggunakannya. Kalaupun harus menggunakan progressive relaxation maka saya melakukan berbagai modifikasi untuk meningkatkan efektivitasnya.

Nah, pembaca, kembali ke pembahasan mengenai level kedalaman hipnosis. Untuk mudahnya begini. Kita tentukan dulu dua level yang menjadi batas atas dan bawah. Batas atas adalah kondisi saat kita sadar, kondisi saat kita berpikir dan fokus. Kita sadar sesadar-sadarnya apa yang kita rasakan, lakukan, alami, atau pikirkan. Batas ini dikenal dengan nama normal waking consciousness atau kesadaran bangun normal. Sedangkan yang menjadi batas bawah adalah kondisi saat kita “tidak sadar” atau saat kita tidur.

Sebenarnya kurang tepat bila kita mengatakan batas atas atau bawah. Mengapa? Karena orang bukan masuk lebih dalam ke dalam kondisi hipnosis. Mereka, lebih tepatnya, menjadi lebih sugestif. Namun untuk mudahnya kita sepakati menggunakan istilah ini.

Nah, di antara batas atas dan bawah terdapat begitu banyak level kesadaran “khusus” yang dikenal sebagai “altered state of consciousness” (ASC). ASC terdapat tidak hanya di antara dua batas ini tapi juga terdapat di bawah batas bawah dan juga di atas batas atas. Nah, bingung kan?

Biar tidak bingung maka saya akan menjelaskan beberapa skala kedalaman trance yang umumnya dikenal di dunia hipnoterapi. Salah satu skala kedalaman yang populer adalah skala Elman. Elman membagi level kedalaman hipnosis/trance menjadi 4 level yaitu light trance, medium trance, somnambulism, Esdaile, dan hypnosleep.

Masih menurut Elman, 2 level pertama yaitu light dan medium trance adalah level yang sama sekali tidak bermanfaat untuk terapi. Terapi hanya bisa dilakukan efektif pada level somnambulism. Sedangkan level Esdaile dan hypnosleep mempunyai manfaat terapeutik yang agak berbeda.

Skala lain yang awalnya diajarkan pada tahun 1940an dan masih banyak digunakan hingga saat ini adalah skala Harry Arons. Untuk lebih mudah memahami setiap level relaksasi pikiran maka saya akan menjelaskan fenomena yang menjadi ciri setiap level.

Harry Arons membagi level relaksasi mental menjadi 6 level. Persis di bawah batas atas, normal waking consciousness terdapat kondisi relaksasi yang dikenal dengan nama hypnoidal.

Ini adalah kondisi relaksasi yang paling mudah dicapai. Kondisinya mirip dengan orang yang sedang melamun. Salah satu ciri kondisi hypnoidal adalah eye catalepsy atau mata yang tidak bisa dibuka walaupun kita ingin membukanya.

Di bawah hypnoidal terdapat level light trance yang bercirikan kondisi sugestibilitas meningkat karena kelompok otot yang mengalami catalepsy menjadi meluas ke bagian tubuh yang lain.

Di bawah lagi ada level medium trance dengan ciri atau karakteristik berupa catalepsy pada kelompok otot besar yang mengakibatkan seseorang tidak bisa bergerak, tidak bisa bangkit dari kursi, atau tidak bisa jalan. Pada level ini seseorang juga bisa mengalami aphasia atau kesulitan berbicara karena mendapat sugesti demikian.

Di bawah medium trance terdapat level threshold of somnambulism yang merupakan level kedalaman minimal untuk melakukan hipnoterapi yang efektif. Kedalaman ini minimal harus dicapai agar teknik advanced seperti hypno analysis, age regression, ego state therapy, dan forgiveness therapy dapat dilakukan secara efektif dan mudah. Ciri utama pada level ini adalah terjadinya amnesia (klien menjadi lupa sesuatu) dan analgesia (berkurangnya intensitas rasa sakit).

Di bawah lagi terdapat level full somnambulim. Pada level ini klien menjadi sangat sugestif dan bila diberikan suatu sugesti maka pengaruh sugesti akan bertahan (sangat) lama.

Kedalaman ini mutlak dibutuhkan untuk melakukan anestesi (untuk operasi dan melahirkan) atau untuk age regression. Level ini tidak cocok untuk teknik direct suggestion yang bertujuan melakukan perubahan perilaku seperti menghentikan kebiasaan merokok, atau menggigit jari. Satu ciri utama pada level ini adalah possitivie hallucination.

Level paling dalam pada skala Harry Arons adalah profound somnambulism. Level ini mencakup semua hal positif dari level full somnambulim dan ditambah dengan kemampuan negative hallucination.

Nah, apakah profound somnambulism adalah level paling dalam yang bisa dicapai seseorang?

Sudah tentu tidak. Justru level profound somnambulism ini adalah awal dari sesuatu yang jauh lebih menarik dan dahsyat. Namun untuk kebutuhan terapi kita, hipnoterapis, hanya perlu membawa klien maksimal mencapai level ini.

Mengapa? Karena level kedalaman yang akan saya jelaskan berikut ini mempunyai manfaat yang berbeda.

Tepat di bawah profound somnambulism terdapat level Esdaile atau yang juga dikenal dengan hypnotic coma. Satu hal yang perlu dipahami yaitu kondisi hypnotic coma ini tidak sama dengan kondisi medical coma.

Kondisi Esdaile ini adalah kondisi di mana seseorang merasa begitu senang dan bahagia. Ini adalah kondisi euphoria. Orang yang masuk ke dalam kondisi ini biasanya tidak mau keluar dari kondisi ini karena begitu “enak” dan “nikmat”nya kondisi ini, semua masalahnya hilang, semua sempurna adanya. Jika seorang klien atau subjek masuk ke kondisi ini maka dibutuhkan keahlian khusus untuk bisa membawa klien keluar. Jika tidak, maka klien akan terus berada di level ini.

Level Esdaile tidak cocok untuk terapi karena pada kondisi ini pikiran kita tidak bisa menerima sugesti apapun. Level ini digunakan untuk total anestesia, untuk painless childbirthing atau melahirkan tanpa rasa sakit, stress management, dan bisa digunakan oleh dokter untuk membantu mengembalikan posisi tulang atau otot pasiennya, dengan cara mengurut bagian yang dislokasi, saat pasien berada di kondisi Esdaile.

Dari level profound somnambulism subjek/klien dapat dibawa turun ke level Esdaile dengan cepat dan mudah, hanya membutuhkan waktu sekitar 4 menit saja.

Di bawah level Esdaile terdapat level catatonic. Ini adalah kondisi di mana tubuh subjek atau klien menjadi plastis tapi kaku/terkunci, tanpa pemberian sugesti, dan bisa diposisikan pada posisi/postur tertentu dalam waktu yang lama dan postur itu sama sekali tidak akan berubah. Level ini tidak digunakan dalam terapi.

Lebih dalam lagi terdapat level hypnosleep. Level kedalaman ini pertama kali diungkapkan oleh Hyppolite Bernheim di bukunya yang mashyur “Hypnosis And Suggestion In Psychotherapy” yang ditulis pada tahun 1884.

Walaupun Bernheim mengungkapkan level hypnosleep ia tidak menjelaskan teknik untuk mencapai level ini. Dave Elman adalah hipnoterapis jenius yang menemukan teknik yang efektif untuk membawa seseorang masuk ke level ini dan melakukan terapinya.

Pada level hypnosleep semua filter mental yang ada di pikiran bawah sadar tidak bekerja. Sugesti apapun yang diberikan pada level ini akan diterima sepenuhnya oleh pikiran bawah sadar.

Level relaksasi pikiran paling dalam, hingga saat ini, yang bisa dicapai seseorang adalah level Sichort atau juga dikenal dengan nama ultra depth. Level ini ditemukan oleh Walter Sichort dan mempunyai manfaat yang berbeda dengan kondisi relaksasi mental di atasnya.

Saat seseorang berhasil mencapai level Sichort maka ia dapat membantu orang lain melalukan self healing melalui penggunaan teknik Mind-To- Mind Healing. Pada teknik ini terapi terjadi secara otomatis di antara dua pikiran bawah sadar. Terapis sama sekali tidak bisa mempengaruhi atau mengarahkan proses terapi. Terapi terjadi, diarahkan,dan dilakukan hanya oleh pikiran bawah sadar.

Nah, pembaca sejauh ini saya baru menceritakan berbagai level yang ada di bawah normal waking consciousness / NWC. Bagaimana dengan yang diatas NWC?

Sejauh ini, dalam dunia hipnoterapi, dan masih dalam tahap eksperimen, terdapat 3 (tiga) level di atas NWC yaitu level higher self consciousness, super consciousness, dan level ultra height.

Jujur saya belum bisa bercerita banyak mengenai ketiga level ini. Saat ini saya sendiri sedang mendalami dan melakukan eksplorasi pada ketiga level ini. Ketiga level ini mempunyai kelebihan yang luar biasa bila diterapkan pada konteks terapi dan spiritualitas.

Saya telah mempraktikkan membawa subjek ke level ultra height dan hasilnya sangat luar biasa. Level ini dapat membantu ekspansi dan peningkatan kesadaran/kecerdasan spiritual secara sangat cepat. Juga dapat digunakan untuk melakukan terapi fisik maupun mental namun dengan pendekatan yang sangat berbeda.

Forgiveness Is The True Healer

Oleh : Adi W. Gunawan

Di artikel sebelumnya, mengenai Teori Tungku Mental, saya bercerita mengenai api yang membakar tungku mental kita. Ada banyak teknik yang bisa digunakan untuk menemukan sumber api itu.

Nah, apa yang akan dilakukan setelah sumber apinya berhasil ditemukan? Apa yang harus dilakukan agar apinya bersedia dipadamkan?

Pembaca, bila anda cukup jeli membaca kalimat terakhir, dari paragraf di atas, anda pasti akan bertanya, “Mengapa kok ada kata “bersedia dipadamkan”? Ini maksudnya apa?”

Api emosi yang membakar tungku mental ini harus dipadamkan bila seseorang benar-benar ingin sembuh. Namun padamnya harus berdasarkan persetujuan dan keikhlasan klien. Kita tidak bisa serta merta mensugesti agar api emosi itu padam. Tidak bisa.

Nah, mengapa harus melalui “forgiveness”? Mengapa bukan dengan cara lain?

Ada sangat banyak teknik terapi. Namun dari sekian banyak teknik, Forgiveness Therapy, adalah salah satu yang paling dahsyat efeknya. Terapi yang dilakukan tanpa diakhiri dengan memaafkan adalah terapi yang tidak tuntas.

Mengapa bisa tidak tuntas?

Karena untuk bisa benar-benar tuntas mematikan api emosi itu klien harus bersedia melepaskan semua emosi negatif yang berhubungan dengan kejadian, peristiwa, atau situasi tertentu dan menggantinya dengan emosi positif seperti cinta kasih.
Keseriusan untuk melepaskan semua emosi negatif ini dilihat dari apakah ia bersedia dengan sungguh-sungguh memaafkan orang atau peristiwa yang “menyakiti” dirinya.

“Tapi mengapa walaupun sudah memaafkan, saya tetap tidak bisa keluar dari masalah saya?”

Jangan kaget atau heran, ini yang paling sering kita alami. Kita sering merasa sudah sungguh-sungguh memaafkan tapi kok masalah yang sama tetap muncul. Jawabannya sederhana. Kita belum sungguh-sungguh memaafkan.

“Lho, saya ini sudah sungguh-sungguh memaafkan.”

Ah, yang benar. Kalau sudah benar-benar memaafkan seharusnya masalah atau emosi itu sudah benar-benar tuntas. Tidak mungkin akan muncul lagi emosi negatif yang sama pada kejadian itu.

Nah, pembaca, anda pernah mengalami hal ini? Katanya sudah memaafkan tapi kok masih merasa sakit hati?

Kesalahan yang dilakukan kebanyakan kita adalah kita hanya memaafkan pada level kognisi. Kita menyadari bahwa kita memang perlu memaafkan. Lalu kita memutuskan untuk memaafkan.

Namun apabila memaafkan dilakukan pada level kognisi, atau yang dikenal dengan level pikiran sadar, maka tidak akan bisa efektif. Memaafkan harus dilakukan pada level afeksi atau pikiran bawah sadar.

Mengapa perlu melakukan pada level pikiran bawah sadar?
Karena emosi dan memori letaknya di pikiran bawah sadar. Kita perlu masuk lokasi yang tepat , ke pikiran bawah sadar, untuk melakukan forgiveness. Dengan cara ini baru bisa efektif, efisien, dan permanen hasilnya.

Ok, kalau begitu, bagaimana cara memaafkan yang baik dan benar?

Begini, memaafkan akan sangat mudah kita lakukan bila tekanan “uap” yang ada di dalam Tungku Mental berhasil kita keluarkan semuanya. Tentu ini menggunakan teknik yang sesuai dan “uap” tidak asal dikeluarkan.

Mengapa perlu mengeluarkan “uap” terlebih dahulu?
Karena tekanan “uap” pada dinding tungku mental ini akan termanifestasi dalam bentuk resistensi atau penolakan untuk berubah. Semakin kuat tekanan “uap” maka semakin sulit untuk berubah atau memaafkan.

Setelah “uap” keluar semua maka tekanan mental yang tadinya sangat mengganggu diri klien berhasil dihilangkan. Nah setelah itu barulah dilakukan reedukasi pikiran bawah sadar. Tekniknya bisa macam-macam tergantung situasi dan kebutuhan.

Apa yang terjadi bila memaafkan dilakukan tanpa terlebih dahulu mengeluarkan”uap”?

Wah.. ini sangat sulit. Pikiran sadar bersedia memaafkan tapi pikiran bawah sadar akan bersikeras berkata, “Kok enak. Sudah menyakiti hati saya, melukai hati saya, sekarang mau dimaafkan. Nggak usah ya.”

Apakah memaafkan bisa dilakukan dengan menggunakan kekuatan Will Power? Oh, tentu bisa. Tapi ini makan waktu yang sangat lama.

Seorang kawan saya yang begitu terluka karena perlakuan orangtuanya kepadanya membutuhkan waktu hampir 10 (sepuluh) tahun untuk bisa memaafkan kedua orangtuanya.

Ck..ck.. ck.. 10 tahun ini bukan waktu yang singkat. Dan teman saya ini bisa memaafkan karena ia menggunakan jalur spiritual. Ia belajar memberikan makna baru pada pengalaman hidupnya itu. Menurut kawan saya ia mengalami ini semua karena Tuhan menyiapkan dirinya menjalankan suatu misi yang besar. Dan akhirnya ia berhasil memaafkan kedua orangtuanya.

Apa yang dialami kawan saya ini sebenarnya dapat diselesaikan hanya dalam waktu 1 atau 2 sesi terapi, masing-masing 2 jam, bila ia mengerti prinsip Tungku Mental, atau mendapat bantuan dari seorang terapis atau healer yang kompeten.

Nah, setelah “uap” berhasil dikeluarkan semua, tekanan sudah hilang, maka klien perlu memaafkan orang lain. Selanjutnya klien perlu memaafkan diri sendiri. Klien harus bisa memaafkan dirinya.
Saat klien bersedia memaafkan dirinya sendiri, bersedia menerima segala kesalahan yang pernah ia lakukan, memberikan kesempatan kepada dirinya sendiri untuk belajar dari kesalahan itu, mengijinkan dirinya untuk memulai lembaran hidup baru, bersedia menghargai dan mencintai dirinya apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, maka pada saat itu ia telah sembuh.

Pada titik ini klien telah benar-benar mematikan api emosi negatif yang selama ini membakar tungku mentalnya. Pada titik ini klien mengganti emosi negatif dengan emosi positif seperti cinta, kasih, penghargaan, dan pengharapan yang sangat konstruktif bagi diri klien.

Jadi, sebenarnya yang menyembuhkan klien adalah diri klien sendiri. Dan yang menyembuhkannya adalah kesediaan klien untuk memulai satu lembaran baru dengan melepas semua emosi negatif yang selama ini mengganggu hidupnya yaitu dengan cara memaafkan, memaafkan orang lain yang telah menyakitinya dan yang lebih penting lagi adalah memaafkan dan menerima diri seutuhnya.