Wednesday, March 18, 2009

Mental Block... Oh... Mental Block

Oleh : Adi W. Gunawan

Artikel ini saya tulis untuk menjawab banyak sekali pertanyaan yang diajukan kepada saya baik melalui email, sms, ataupun saat seminar. Ternyata masih banyak juga orang yang kurang jelas apa itu mental block, proses pembentukan, cara mengenali, dan yang lebih penting cara untuk mengatasi dan menghilangkan mental block.

Sebelum saya membahas apa itu mental block saya akan menjelaskan kembali proses pemrograman pikiran manusia.

Proses pemrograman pikiran sebenarnya telah terjadi sejak seorang anak masih di dalam kandungan ibunya, sejak ia berusia 3 bulan. Pada saat ini pikiran bawah sadar telah bekerja sempurna, merekam segala sesuatu yang dialami seorang anak dan ibunya. Semua peristiwa, pengalaman, suara, atau emosi masuk ke dan terekam dengan sangat kuat di pikiran bawah sadar dan menjadi program pikiran.

Saat kita lahir, kita lahir hanya dengan satu pikiran yaitu pikiran bawah sadar. Bekal lainnya adalah otak yang berfungsi sebagai hard disk yang merekam semua hal yang kita alami. Sejak lahir, dan sejalan dengan proses tumbuh kembang, kita mengalami pemrograman pikiran terus menerus, melalui interaksi kita dengan dunia di luar dan di dalam diri kita.

Pada anak kecil, yang memprogram pikirannya adalah terutama kedua orangtuanya, pengasuh, keluarga, lingkungan, guru, tv, dan siapa saja yang dekat dengan dirinya. Saat masih kecil pemrograman terjadi dengan sangat mudah karena pikiran anak belum bisa menolak informasi yang ia terima. Ketidakmampuan memfilter informasi ini disebabkan karena pada saat itu critical factor, atau faktor kritis, dari pikiran sadar belum terbentuk. Kalaupun sudah terbentuk critical factor masih lemah.

Pemrograman pikiran saat anak masih kecil terjadi melalui dua jalur utama yaitu melalui imprint dan misunderstanding. Definisi imprint adalah “a thought that has been registered at the subconscious level of the mind at a time of great emotion or stress, causing a change in behavior” atau imprint adalah apa yang terekam di pikiran bawah sadar saat terjadinya luapan emosi atau stress, mengakibatkan perubahan pada perilaku.

Misunderstanding adalah salah pengertian yang dialami seseorang saat memberikan makna kepada atau menarik simpulan dari suatu peristiwa atau pengalaman.

Baik imprint maupun misunderstanding, setelah terekam di pikiran bawah sadar, akan menjadi program pikiran yang selanjutnya mengendalikan hidup seseorang.

Satu hal yang perlu kita mengerti yaitu bahwa semua, saya ulangi… semua, program pikiran adalah baik. Program pikiran selalu bertujuan membahagiakan kita. Program pikiran diciptakan atau tercipta demi kebaikan kita berdasarkan level kesadaran dan kebijaksanaan kita saat itu.

Program pikiran menjadi mental block apabila bersifat menghambat kita dalam mencapai impian atau tujuan kita. Sebaliknya program pikiran akan menjadi stepping block, batu lompatan, bila bersifat mendukung kita.

Anda jelas sekarang? Atau masih bingung?

Ok, saya kasih contoh ya biar lebih jelas.

Ini dari kasus klinis yang pernah saya tangani. Ada seorang wanita, sebut saja Rosa, cantik, ramah, cerdas, pintar cari uang, dan mandiri tapi sampai saat bertemu saya, usianya saat itu 35 tahun, masih jomblo alias single, belum dapat jodoh.

Rosa juga bingung mengapa ia sulit dapat jodoh. Ada banyak pria yang suka padanya. Namun setiap kali pacaran dan jika sudah masuk ke rencana untuk menikah, selalu muncul masalah sehingga hubungan mereka akhirnya putus.

Setelah dicari akar masalahnya, saya menemukan program pikiran, di pikiran bawah sadarnya, yang sangat baik namun justru bersifat menghambat dirinya untuk bisa dapat jodoh.

Apa itu?

Ternyata ayah Rosa meninggal saat ia masih kecil, usia 7 tahun. Sejak saat itu ibunya yang bekerja keras menghidupi keluarga mereka. Bahkan pernah sampai jatuh sakit dan hampir meninggal.

Nah, pas saat ibunya sakit keras,Rosa berdoa dan mohon kesembuhan untuk ibunya. Dan dalam doanya ia berjanji bahwa ia akan membalas semua pengorbanan ibunya, setelah ia dewasa kelak, dengan selalu menyayangi dan mendampingi ibunya.

Janji ini ternyata masuk ke pikiran bawah sadarnya dan menjadi program. Benar, sejak saat itu dan hingga ia dewasa Rosa adalah anak yang begitu sayang pada ibunya. Selama ini program pikirannya telah sangat membantu Rosa dalam menjalani hidupnya. Rosa bekerja keras, menjadi anak yang sangat mencintai ibunya. Dan ibunya juga begitu bersyukur dan bahagia karena mempunyai anak yang begitu menyayanginya. Nah, program yang sangat positif ini tiba-tiba berubah menjadi program yang menghambat (baca: mental block) saat Rosa ingin berkeluarga.

Program ini mensabotase setiap upaya Rosa untuk mendapat pasangan hidup. Saat saya berdialog dengan “bagian” (baca: program) yang tidak setuju bila Rosa menikah, saya mendapat jawaban yang jelas dan lugas. Ternyata “bagian” ini khawatir Rosa tidak bisa menepati janjinya, menyayangi dan mendampingi ibunya karena bila menikah, menurut pemikiran “bagian” ini, Rosa harus mengikuti suaminya dan meninggalkan ibunya sendiri. “Bagian” ini tidak setuju dengan hal ini.

Nah, anda jelas sekarang?

Saya beri satu contoh lagi biar lebih jelas.

Saya mendapat email dari seorang pembaca buku, sebut saja Bu Asri, yang mengeluh bahwa ia telah berusaha keras untuk menaikkan penghasilannya namun selalu gagal. Setelah membaca buku The Secret of Mindset dan mendengarkan CD Ego State Therapy ia menemukan program pikiran yang menghambat dirinya, khususnya di aspek finansial.

Ternyata dulu, saat akan menikah, ia mendapat wejangan dari ibunya, “Nak, ingat ya… nanti waktu menjadi seorang istri, cintai suamimu dengan tulus, baik di kala suka mapun duka, layani dengan sepenuh hati, tempatkan suami sebagai kepala rumah tangga, jaga perasaan dan harga diri suami, jangan melebihi suamimu…….”

Pembaca, wejangan (baca: program) ini tentu sangat baik. Namun menjadi masalah karena program ini justru menghambat upaya Bu Asri meningkatkan penghasilannya. Selidik punya selidik ternyata penghasilan Bu Asri saat ini sama dengan penghasilan suaminya. Makanya saat ia berusaha menaikkan income-nya selalu saja ada hambatan. Program ini yang menghambat dan tujuannya juga sangat “positif” yaitu agar Bu Asri bisa menjadi istri yang baik sesuai wejangan ibunya.

Bagaimana, jelas sekarang?

Suatu program, selama tidak bersifat menghambat diri kita maka jangan diotak-atik. Biarkan saja. Nggak usah bingung. Ada rekan yang, setelah membaca buku dan mengerti soal mental block, begitu giat mencari berbagai mental blocknya. Bahkan sampai mengeluh,”Pak, saya kok nggak menemukan mental block saya ya?”.

Lha, kalo memang nggak ada trus apa harus dipaksakan ada? Bukankah lebih baik bila waktu yang ada digunakan untuk belajar dan mengembangkan diri? Kekhawatiran karena tidak menemukan mental block justru bisa menjadi mental block baru.

Lalu, bagaimana sikap yang benar?

Ya, santai saja lah. Nggak usah aneh-aneh. Kita harus netral saja. Selama hidup kita happy, usaha lancar, semua berjalan seperti yang kita rencanakan dan harapkan maka nggak usah pusing soal mental block.

Mental block akan kita rasakan saat ada penolakan atau hambatan untuk mencapai suatu target yang lebih tinggi. Penolakan ini juga timbul saat kita ingin berubah.

Ini saya kutip email yang baru saya terima dari seorang pembaca buku saya:

“Saya ingin lebih memahami dan membaca buku-buku anda. Saya beli The Secret of Mindset. Saat baca ada aja perasaan yang membuat saya malas, ngantuk dsb. Padahal saya sungguh ingin membaca buku TSOM. Bagaimana solusinya?”

Perasaan malas, mengantuk, dan berbagai perasaan lain yang menghambat upaya untuk berubah ini adalah ulah nakal dari mental block kita. Nah, ini saatnya kita perlu menemukan dan mengenali mental block ini. Setelah ditemukan… ya dibereskan. Gitu aja kok repot.

Intinya, jika anda telah menetapkan target yang lebih tinggi, dari apa yang telah anda capai saat ini, dan anda merasa ada yang tidak enak di hati anda maka ini indikasi adanya mental block.

Atau jika anda mengalami kegagalan yang beruntun atau yang mempunyai pola kegagalan yang sama, maka ini indikasi sabotase diri alias mental block.

Mental block ini ada juga yang baik. Misalnya anda telah berkeluarga. Dan ada kesempatan untuk selingkuh namun anda tidak mau. Alasannya bisa macam-macam. Bisa takut dosa, takut masuk neraka, takut malu, takut ketahuan, bisa karena anda tidak ingin melukai hati pasangan anda, atau anda setia pada janji pernikahan anda, atau alasan apapun. Yang pasti, ada satu program pikiran yang menghambat anda melakukan sesuatu. Mental block ini tentunya perlu dipertahankan.

So… bersikaplah netral… jadilah orang yang Non Block. Artinya anda tidak neko-neko atau aneh-aneh. Cari mental block sesuai kebutuhan. Kalo sedikit-sedikit cari mental block … sedikit-sedikit cari mental block… maka saya khawatir anda akan menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, dan resource yang anda miliki untuk sesuatu yang tidak produktif. Kalo seperti ini…anda masuk kategori Go Block.

No comments:

Post a Comment