Saya ingin memulai artikel ini dengan pertanyaan,“Apakah mungkin kita bisa mengubah masa lalu kita?”. Nah, pembaca, apa jawaban anda? Saya yakin anda pasti akan menjawab, “Ya…jelas nggak mungkin dong, Pak. Mana bisa kita kembali ke masa lalu dan mengubah alur dan pengalaman hidup kita. Cerita seperti ini hanya ada di film fiksi yang pake terowongan waktu atau time tunnel. Ada-ada saja Pak Adi ini”.
Pembaca, saya ulangi ya pertanyaannya, ”Misalkan mungkin, apakah anda ingin tahu caranya?”
Nah, penasaran kan?
Memang untuk kembali ke masa lalu seperti cerita yang di film-film itu nggak mungkin kita lakukan. Namun kalau bicara pikiran, memori, emosi, dan dalam konteks terapi maka kita dapat mengotak-atik, memodifikasi, dan kalau perlu mengubah masa lalu kita.
Apakah saya serius dengan pernyataan saya di atas? Kita dapat mengubah masa lalu kita?
Tentu saya serius. Lha, kalo nggak serius kan nggak mungkin saya menulis artikel ini.
Sebenarnya yang kita ubah atau modifikasi adalah memori atau kumpulan memori dan emosi yang melekat pada memori itu. Perubahan ini akan menghasilkan efek yang luar biasa pada perilaku kita.
Sesuai dengan judul artikel di atas, dalam kesempatan ini saya hanya akan mengulas mengenai manfaat hipnosis untuk mengubah pengalaman masa lalu khususnya dalam konteks re-parenting atau pendidikan ulang keluarga.
Apa maksudnya re-parenting atau melakukan pendidikan ulang keluarga? Bukankah pendidikan keluarga ini kita alami hanya sekali, saat kita kecil? Lha kok bisa diulang lagi padahal kita saat ini sudah dewasa?
Pembaca, anda benar sekali dengan pertanyaan dan pernyataan di atas. Benar, parenting atau pendidikan keluarga terjadi hanya satu kali yaitu saat kita masih kecil hingga kita remaja atau dewasa. Namun dengan teknik tertentu, dengan menggunakan bantuan kondisi hipnosis, maka kita dapat melakukan hypnotic reparenting.
Masih bingung?
Intinya begini. Dan ini, sekali lagi, dilakukan hanya dalam konteks terapi. Ada klien dewasa, sebut saja Ani, yang mengalami sangat banyak masalah dalam hidupnya. Masalah yang Ani alami bersumber dari ketidakstabilan emosi, sikap yang negatif, konsep diri yang jelek, dan masih banyak hal lainnya yang negatif. Ternyata setelah dicari akar masalahnya, Ani berasal dari keluarga yang berantakan. Orangtuanya tidak bercerai, namun proses pendidikan keluarga, perlakuan yang ia terima dari orangtua dalam proses tumbuhkembangnya ternyata sangat memprihatinkan.
Ani tumbuh besar dalam lingkungan dan perlakuan yang negatif. Ani ternyata adalah anak yang tidak diinginkan orangtuanya. Ibunya, saat tahu hamil lagi, mengandung Ani, sebenarnya ingin menggugurkannya. Namun karena agama melarang pengguguran maka dengan terpaksa si Ibu tetap mengandung dan akhirnya melahirkan Ani. Jadi, Ani adalah anak yang tidak diinginkan.
Ani adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Si Ibu selalu membandingan Ani dengan kakak perempuan Ani. Ani selalu diminta mengalah terhadap si kakak dan juga harus menuruti kemauan si adik. Jadi, Ani berada dalam posisi yang selalu tidak menyenangkan. Jika Ani tidak menuruti permintaan saudaranya maka orangtua Ani, khususnya si Ibu, akan marah besar dan mengucapkan kata-kata kasar terhadap Ani. Selain itu Ani masih diberi bonus pukulan dan hukuman.
Bagaimana dengan ayahnya Ani? Sama saja. Ayah Ani tidak memperhatikan keluarga. Prinsipnya, ayah kerjanya cari nafkah dan soal urusan di rumah itu tanggung jawab ibu. Jadi, Ani juga tidak mendapat dukungan kasih sayang dari ayah.
Singkat cerita Ani tumbuh dengan konsep diri negatif, harga diri jelek, merasa tidak berdaya, putus asa, memandang hidup dengan kaca mata suram, tidak bersemangat menjalani hidup.
Lalu, bagaimana caranya untuk membantu Ani? Bagaimana cara untuk melakukan re-parenting?
Pertama Ani harus bersedia berubah. Selanjutnya Ani diminta mencatat proses tumbuhkembang yang ia alami, sebisa yang ia ingat, mulai dari kecil hingga dewasa. Yang terutama dicatat adalah momen-momen istimewa dengan muatan emosi yang tinggi, baik itu emosi negatif maupun yang positif. Selanjutnya Ani diminta memberikan uraian yang lebih detil terhadap setiap peristiwa.
Proses penggalian informasi membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Selain berusaha mengingat sendiri, Ani juga menggali dan melakukan cross check data dengan orangtua, famili, atau siapa saja yang mengetahui kejadian yang dialami dan diingatnya.
Setelah dirasa cukup maka penggalian data dilakukan dengan menggunakan kondisi hipnosis yaitu dengan teknik age regression. Data yang terkumpul melalui teknik age regression selanjutnya dibandingkan dan digabungkan dengan data yang telah Ani kumpulkan sendiri.
Kalau sudah sampai di sini.. trus.. apa yang harus dilakukan?
Jika dirasa sudah cukup maka Ani dan terapisnya menyusun skenario baru yang akan ditanamkan ke dalam pikiran bawah sadar Ani. Skenario ini mengikuti alur sesuai dengan data yang telah berhasil dikumpulkan dan dengan melakukan modifikasi terhadap data-data yang berisi muatan emosi ”negatif”.
Jika semuanya sudah siap maka hypnotic reparenting atau pendidikan ulang keluarga dalam kondisi hipnosis bisa dilakukan. Ani selanjutnya dibimbing masuk ke kondisi hipnosis yang dalam (deep trance) kemudian diregresi, dibawa mundur, hingga ke masa ia di dalam kandungan ibunya.
Salah satu trauma besar yang ia alami adalah penolakan kehadirannya oleh ibunya. Data ”negatif’ ini dimodifikasi sesuai kebutuhan dan Ani mengalami kembali alur yang sama namun dengan cerita dan muatan emosi yang positif.
Proses selanjutnya diteruskan hingga Ani lahir, saat pertama kali dalam pelukan ibu, saat ayahnya menggendongnya, terus maju, saat usia satu bulan, tiga bulan, saat pertama kali bisa mengeluarkan suara, saat bisa membalik badan, tumbuh gigi, belajar jalan, ulang tahun pertama, ulang tahun kedua, masuk sekolah, belajar membaca dan menulis, belajar menyanyi, dan seterusnya sesuai dengan garis waktu dengan menggunakan skenario yang telah disusun sebelumnya.
Selama proses hypnotic reparenting ini Ani benar-benar dibimbing untuk bisa merasakan emosi-emosi positif, perlakuan positif, dan berbagai pengalaman menyenangkan yang dulunya tidak ia dapatkan saat proses tumbuhkembangnya.
Ani juga dibantu untuk melakukan pemaknaan ulang atas berbagai kejadian ”negatif” yang ia alami. Ia memaafkan orang-orang, kejadian, situasi, atau apa saja yang ia rasa pernah mengecewakan dan menyakiti hatinya. Selanjutnya Ani juga diminta untuk bisa menerima dan memaafkan dirinya sendiri.
Anda mungkin akan bertanya, “Lha, Pak, ini kan namanya manipulasi pikiran bawah sadar. Apa efektif dan nggak berbahaya?”
Benar, ini memang manipulasi pikiran bawah sadar. Lebih spesifik lagi ini adalah manipulasi program pikiran dalam bentuk memori dan emosi. Namun dalam konteks terapi cara ini dibenarkan dan sangat efektif.
Hypnotic reparenting bisa dilakukan karena pikiran bawah sadar menyimpan informasi/memori dan emosi. Pikiran bawah sadar cerdas namun bodoh. Pikiran bawah sadar tidak bisa membedakan antara imajinasi dan realita. Nah, kelemahan ini, yang sebenarnya juga merupakan kekuatan pikiran bawah sadar, kita gunakan untuk terapi.
Ada seorang mahasiswa saya yang mengaku sangat takut sama ular. Saat saya tanya bagaimana phobia itu bisa muncul, saya mendapat jawaban yang benar-benar di luar dugaan saya.
Jawabannya begini, ”Suatu malam saya tidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu saya dikejar-kejar banyak ular dan akhirnya saya tersudut dan dikerumuni sangat banyak ular. Saya takut setengah mati. Tiba-tiba saya tersadar, saya terbangun. Ah.. lega hati saya karena ternyata ini hanya mimpi. Tapi sejak saat itu saya sangat takut sama ular.”
Nah, anda bisa bayangkan bagaimana anehnya pikiran kita. Dari mimpipun trauma bisa muncul. Aneh kan? Padahal hanya mimpi lho.
Pembaca, apa yang saya jelaskan di artikel ini tampak sangat sederhana. Benar, sebenarnya prosesnya tidaklah rumit. Namun untuk bisa melakukannya dengan benar dibutuhkan kecakapan dan pengetahuan psikologi, hipnosis, dan hipnoterapi secara mendalam. Karena yang diotak-atik adalah pikiran, lebih spesifik lagi pikiran bawah sadar, maka hypnotic reparenting hanya boleh dilakukan oleh yang benar-benar ahli.
Kembali ke Ani. Bagaimana perkembangan Ani setelah mendapat pendidikan ulang? Apakah ada perubahan? Lebih baik atau lebih parah kondisinya?
Keadaan Ani setelah menjalani terapi sangat positif. Emosinya menjadi lebih stabil. Kebenciannya pada orangtuanya, khususnya ibunya, telah berubah menjadi perasaan cinta yang dilandasi perasaan syukur yang tulus. Ani sekarang mampu menjalani hidup dengan positif dan dengan harapan akan masa depan yang lebih cerah.
No comments:
Post a Comment