Friday, March 20, 2009

Menarik Simpati Dengan Komunikasi Simbol

Artikel Tetap
Senin, 19-Mei-2008; 10:07:08 WIB
Menarik Simpati Dengan Komunikasi Simbol
( 0 Komentar ) - Klik Profil Penulis
Rating Artikel :
Oleh : Ponijan Liaw

Save page as PDF

A picture is worth a thousand words. Sebuah gambar setara dengan ribuan kata.

Kristalisasi pribahasa di atas terjadi berabad-abad lalu oleh tokoh di daratan Tiongkok. Ada pula yang bilang pribahasa itu dicetuskan Napoleon Bonaparte di Prancis dengan ucapannya "Un bon croquis vaut mieux qu'un long discours" atau "A good sketch is better than a long speech." Lebih kurang maknanya sama. Kedua tokoh itu memiliki kesamaan. Sama-sama hidup di jaman dulu dengan muara opini setara. Siapa pun yang mengucapkannya pertama kali tidaklah terlalu penting. Yang jelas adalah pribahasa itu mengalami penguatan dan pengukuhan makna di era informasi ini.

Sejarah Simbol

Gambar, simbol, logo, emblem, trademark dan sejenisnya mengalami metamorfosa yang sangat panjang. Corporate dan society identity ini telah dimulai sejak jaman Yunani pada abad XIII. Identitas ini muncul dipicu oleh eksistensi para traders dan merchants. Hal ini terjadi karena ada fakta pembeli tidak dapat melakukan repeat order atas produk berkualitas yang dibeli dari trader tertentu karena kesamaan produk generik. Karenanya, muncullah ide memberikan simbol/logo agar produk dimaksud bisa lebih bergulir mengikuti deret ukur. Ratusan tahun kemudian, tindakan memperkenalkan identitas ini menjadi semakin kuat dilakukan oleh korporasi lintas sektoral. Tindakan ini bahkan menjadi concern utama corporate untuk semakin berjaya. Varian pembentukannya pun bertambah dengan sentuhan feng shui.

Sebagai bukti, lihat saja, betapa Garuda Indonesia, Bank BII, Bank Danamon, Bank Permata, Pertamina, Asuransi Jiwasraya, Danareksa, Bursa Efek Indonesia (BEI), Polytron, Garudafood, Kimia Farma dan media elektronik seperti SCTV, LaTivi, Anteve, TPI, TVRI, dan TV-7 rela mengeluarkan kocek ratusan juta bahkan milyaran rupiah hanya untuk mengubah nama dan logo mereka. Tentu bukan tanpa alasan, korporasi raksasa itu mengeluarkan budget yang tidak sedikit itu. Ada yang karena tuntutan dari dalam korporasi. Karena akuisisi, merger, atau karena sudah terlalu lama menggunakan logo dimaksud sehingga harus diganti. Bisa juga karena visi dan misi perusahaan yang berubah. Bisa juga karena pergantian manajemen. Itulah sederet alasan mengapa logo perusahaan berubah atau harus diubah.

Citra Korporasi

Logo adalah citra diri korporasi. Komunikasi pertama yang sampai ke benak masyarakat adalah desain grafis perusahaan yang bernama logo itu. Logo kontemporer dengan sentuhan psiko-geografis tentu akan mendekatkan korporasi bersangkutan dengan masyarakatnya. Dalam ilmu komunikasi, bentuk, warna, garis grafis, simbol dan ukuran yang terdapat dalam sebuah logo memberikan pengaruh psikologis yang sangat tinggi. Logo dengan tingkat inklusivitas yang tinggi terhadap pakem di atas relatif memiliki daya tarik masif dengan spektrum yang lebih luas. Karena roh kontemporer dalam logo yang berisi unsur kreatif, enerjik, dinamis, progresif, modern dan inovatif itu mampu mendorong orang lain untuk mendekatkan diri kepada korporasi (produk) bersangkutan.

Simbol Politik & Agama

Di dunia politik, komunikasi simbol dalam bentuk lain juga menunjukkan eskalasi kepentingannya. Lihat saja, bagaimana Barack Obama sangat marah ketika fotonya yang memakai sorban saat di Kenya, tanah air ayahnya di tahun 2006 disebarkan di berbagai media. Ketegangan dengan kubu Hillary Clinton tidak terhindarkan. Tengok pula bagaimana fluktuasi emosi massa mengemuka ketika simbol-simbol agama dipakai secara tidak tepat di Denmark (kasus kartun Nabi Muhammad) dan cover Tempo 'The Last Supper' itu muncul. Deretan kasus lainnya: cover album Iwan Fals 'Manusia 1/2 Dewa' harus berurusan dengan umat Hindu, termasuk juga cover buku Supernova, Dewi Lestari yang memuat simbol/huruf AUM yang merupakan simbol suci umat Bali itu. Termasuk juga suatu kali desain poster film Amerika "Hollywood Buddha" dengan seorang pria duduk di atas pundak patung Buddha dengan alat vitalnya menyentuh tengkuk Buddha. Reaksi keras dari dunia pun bertubi-tubi menghampiri. Sejarah telah mengajarkan kepada kita, berhati-hatilah dengan simbol yang digunakan. Simbol tidak tepat menimbulkan kontroversi yang hanya menguras energi kognisi dan afeksi sehingga menumpulkan simpul-simpul humanitas alami. Kondisi ini, jika tidak segera diatasi akan menjadi bom waktu dalam jangka panjang.

Konklusinya, logo dan simbol menjadi menu utama yang harus diberi atensi dan konsentrasi tinggi ketika mengkreasikan dan menggunakannya. Logo dan simbol yang tepat akan menciptakan komunikasi positif, konstruktif, empatik dan simpatik dengan shareholder dan stakeholder yang ada di lingkungan masyarakatnya. Sebaliknya, korporasi dan organisasi yang tidak memerhatikan unsur psiko-geografis dan kultur masyarakat akan mengalami proses layu sebelum berkembang. Karenanya, waspadalah dengan hasil karya desain grafis ini. Selamat merenungkan filosofi logo/simbol masing-masing. Semoga sesuai dengan nilai-nilai intrinsik di atas!

No comments:

Post a Comment